Koori Nagawa Network. Powered by Blogger.

Koori Nagawa Network

Showing posts with label Agama Islam. Show all posts
Showing posts with label Agama Islam. Show all posts


A. Al-Qur’an

Pengertian
Al-qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca.
Secara terminologis Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan:
Pertama : Al-quran adalah kalamullah bukan ucapan Nabi.

Kedua : Al-qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu Rasul yang terakhir. 

QS Al-Ahzab: 40
 “Muhammad itu sekali-kali bukanlah Bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Ketiga : Al-qur’an diturunkan Allah melalui perantaraan malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada Nabi Muhammad.

Keempat: Al-quran dikumpulkan dalam mushaf yang sejak masa turunnya dihafalkan dan ditulis oleh para sahabat kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf yang seluruhnya berisi 6.666 ayat dan 114 surat.

Kelima: Al-quran sampai kepada umat Islam secara mutawatir, terus-menerus diturunkan dari generasi ke generasi dalam keadaan tetap terjaga , baik huruf maupun kalimat yang ada didalamnya.

Keenam: Membaca Al-qur’an bernilai ibadah bagi pembaca dan pendengarnya, sekalipun pembaca atau pendengarnya tidak mengerti arti yang dibacanya.

Ketujuh: Al-qur’an dimulai dengan surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.

b. Nama-nama Al-qur’an

1) Al-qur’an, kata al-qur’an sebagai nama kitab disebutkan dalam QS Al-Hasyr:21

“sekiranya kami turunkan Al-qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah”.

2) Al-furqan artinya pembeda atau pemisah , yaitu kitab yang membedakan antara yang hak dan batil. QS Al-Furqan: 1

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-furqan (al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”.

3) Azzikra artinya peringatan, yaitu kitab yang berisi peringatan Allah kepada manusia QS Al-Hijr: 9

“sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

4) Al-Kitab artinya tulisan atau yang ditulis, yaitu kitab yang ditulis dalam mushaf QS Al-Kahfi: 1

“segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.

2. Fungsi dan Peran Al-qur’an

a. Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
yaitu petunjuk bagaimana mencapai kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akherat. Yaitu meletakkan seluruh aspek kehidupan dalam kerangka ibadah kepada Allah QS Adz-Zariyat : 56

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

b. Al-qur’an memeberikan penjelasan terhadap segala sesuatu , sehingga manusia memiliki pedoman dan arahan yang jelas dalam hidupnya. 

QS Al_An’am: 38
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab”

Dalam QS An-Nahl: 89
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (AL-qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

c. Al-qur’an sebagai penawar jiwa yang haus.
Al-qu’an berfungsi sebagai penawar (obat) bagi manusia 

QS Al-Israa: 82
“Dan kami turunkan dari Al-qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

3. Kodifikasi Al-qur’an

a. Kodifikasi pada masa Rasulullah
Kodifikasi Al-qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasul masih hidup, dengan cara:

Setiap kali ayat Al-qu’an turun, Nabi memberikan petunjuk kepada para sahabat dalam penyimpanan ayat dan surat dalam susunan ayat-ayat Al-qur’an.

Nabi mengumpulkan ayat-ayat yang telah ditulis oleh para penulis wahyu dan memerintahkan Ali untuk menghimpunnya.
Hal ini diungkapkan dalam riwayat Ali bin Ibrahim yang diterima dari Abu Bakar Al-Hadhrami dari Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad, katanya:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Ali: “Wahai Ali, sesungguhnya Al-qur’an terdapat di belakang tempat tidurku yang tertulis dalam suhuf (lembaran) sutra dan kertas. Ambillah dan kumpulkanlah, dan jangan sampai hilang, sebagaimana kaum Yahudi menghilangkan Taurat”. Kemudian Ali pergi untuk mengumpulkannya pada kain kuning dan menutupinya.

b. Kodifikasi pada masa para Khalifah.

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra, Umar bin Khatab menyarankan agar Al-qur’an ditulis dan dikumpulkan dalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar menolak dengan alasan Rasul pun tidak melakukannya.

Setelah terjadi peperangan-peperangan melawan orang-orang murtad yang banyak menewaskan para penghafal Al-qur’an, Abu Bakar memerintahkan Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, dan Umayah bin Kaab serta Utsman bin Affan untuk menulis dan membukukannya.
Setelah disusun musyaf itu disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat. Kemudian dipegang oleh Umar bin Khatab, dan setelah Umar wafat disimpan oleh Hafsah binti Umar.
Khalifah Utsman menggandakan mushaf Al-qur’an menjadi 5 buah. Beliau mengirimkannya ke berbagai daerah sebagai rujukan dan dasar pemerintahan di daerah-daerah kedaulatan Islam.

4. Kandungan Al-qur’an

Al-qur’an terdiri dari 114 surat, 6666 ayat, 74437 kalimat dan 325345 huruf.
Kelengkapan kandungan Al-qur’an diterangkan sendiri dalam Al-qur’an 

QS Al-Anam: 38
“Dan tidaklah ada yang Kami luputkan (tinggalkan) di dalam Al-qur’an sesuatupun”.

Secara umum isi kandungan Al-qur’an terdiri atas:
a. Pokok-pokok keyakinan atau keimanan yang melahirkan teologi atau ilmu kalam.
b. Pokok-pokok aturan atau hukum yang melahirkan ilmu hukum, syariat atau ilmu fiqih.
c. Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah)
d. Pokok-pokok aturan tingkah laku (akhlak).
e. Petunjuk tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan.
f. Petunjuk tentang hubungan golongan kaya dan miskin.
g. Sejarah para Nabi dan umat terdahulu.

5. Keistimewaan Al-qur’an

a. Keistimewaan Bahasanya
Al-qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih. Sejak masa turunnya sampai sekarang tidak ada yang dapat menandingi ketinggian dan keindahan bahasanya.

Al-qur’an berisi 77.439 kata, 323.015 huruf yang seimbang jumlah katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.

Misalnya kata hayat, yang artinya hidup berulang sebanyak 145 kali sama dengan berulangnya kata maut.

Kata akherat berulang sama jumlahnya dengan kata dunia, yaitu 115 kali.

Kata malaikat berulang 88 kali sama dengan berulangnya kata setan.
Kata yaum yang artinya hari diulang Al-qur’an sebanyak 365 kali, yaitu sama dengan jumlah hari dalam setahun.

Kata syahr yang artinya bulan diulang sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.

b.Al-qur’an menembus seluruh waktu, tempat dan sasaran
Al-qur’an berbicara tentang manusia secara keseluruhan, tanpa membedakan jenis kelamin, suku dan bangsa. 

QS Al-A’raf: 158
“Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…”

Dasi segi waktu, Al-qur’an berbicara tentang masa lampau, masa kini dan masa datang.
Contoh: Al-qur’an menggambarkan kesombongan Firaun yang ditenggelamkan di laut merah, sedangkan jasadnya diselamatkan Allah untuk menjadi pelajaran bagi manusia 

QS Yunus: 92
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”.

c.Al-qur’an merupakan naskah asli yang terjaga
Al-qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang terjaga keasliannya sejak masa diturunkannya sampai kini bahkan hingga akhir zaman.

Keaslian Al-qur’an dibuktikan pula dengan tidak terjadinya perubahan-perubahan atau kontrovesi tentang ayat Al-qur’an pada umat Islam di seluruh dunia.

d.Al-qur’an sumber informasi tentang Tuhan, Rasul dan Alam Gaib
Al-qur’an adalah firman Tuhan yang memberikan informasi tentang Diri-Nya, sehingga kebenaran Tuhan bersifat mutlak.

Al-qur’an memberikan pula legitimasi terhadap Rasul yang ditugaskan Allah mengemban misinya kepada manusia.

Al-qur’an memberikan pula informasi tentang adanya hal-hal yang bersifat gaib, seperti jin, malaikat, hari kiamat, hari akhrat, surga dan neraka.

B. Al-SUNNAH

Pengertian
Sunnah menurut bahasa adalah perjalanan, pekerjaan atau cara.
Menurut istilah, sunnah berarti perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW serta keterangannya (taqrir), yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat sahabat dan ditetapkan oleh Nabi.

Sunnah sering juga disebut hadis, dimana hadis adalah sunnah qauliyah, sedangkan sunnah fi’liyah dan taqririyah bukan hadis melainkan sunnah saja.

C. IJTIHAD

Pengertian
Ijtihad berarti menggunakan seluruh kesanggupan berpikir untuk menetapkan hukum syara dengan jalan mengeluarkan hukum dari kitab dan sunnah. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, yaitu ahli fikih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat (dzan) terhadap suatu hukum agama dengan jalan istinbat dari Al-qur’an dan As-Sunnah.

Kebenaran hasil ijtihad tidak bersifat mutlak, melainkan dzanniyah (persangkaan kuat kepada benar). Oleh karena itu mungkin saja antara satu mujtahid dengan mujtahid lain hasilnya berbeda.

Kendati demikian, tidak berarti setiap mujtahid itu benar atau salah, karena yang dapat mengukur kebenaran secara mutlak hanya Allah semata.

Sabda Nabi:
“Hakim apabila beritijtihad dapat mencapai kebenaran, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad tidak mencapai kebenaran, maka ia mencapai satu pahala (HR Bukhari dan Muslim)

Masalah yang diijtihadkan
Tidak semua masalah agama dapat diijtihadkan, hukum-hukum yang sudah pasti tidak boleh diijtihadkan lagi. Seperti salat lima waktu.

Masalah yang diijtihadkan adalah hukum-hukum syara yang tidak mempunyai dalil qath’I (pasti), bukan hukum-hukum akal dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam (aqidah)

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak masalah yang perlu mendapatkan kejelasan hukum, seperti masalah bayi tabung, alat-alat kontrasepsi, dsb.

Perbedaan Al-qur’an dan As-Sunnah
Kebenaran Al-qur’an bersifat mutlak (qath’i) karena dijamin oleh Allah sendiri dan secara historis Al-qur’an terjaga dari segala campur tangan manusia. Sedangkan hadis bersifat dzanni. Hadis dikumpulkan lama setelah Nabi wafat memungkinkan ada orang yang menambah, menguranginya, atau bahkan memalsukannya.

Semua ayat Al-qur’an dijadikan pedoman hidup, sedangkan hadis tidak demikian. Hadis yang dijadikan pedoman hidup dan dasar hukum bagi sesuatu perbuatan muslim adalah hadis sahih, sedangkan hadis di luar itu tidak demikian.

a. Al-qur’an autentik sedangkan hadis tidak
Seluruh ayat Al-qur’an autentik, baik lafadz maupun maknanya. Al-qur’an diturunkan Allah melalui jibril dan selamanya diawasi oleh Allah sehingga tidak mungkin Al-qur’an yang diterima Rasul berbeda dengan Al-qur’an dilauhil mahfudz.

Pada hadis tidak demikian, lafadz dan makna hadis tidak auntentik, karena itu acap kali terdapat perbedaan lafadz antara hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dengan perawi lainnya.

b. As-sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-qur’an
Misalnya Sunnah di bawah ini:

“Rasulullah melarang semua yang mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar” (HR Muslim dari Ibn Abbas)

c. As-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-qur’an yang bersifat umum
Misalnya Al-qur’an mengharamkan memakan bangkai dan darah, dalam QS Al-Maidah: 3

“Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan”.
As-sunnah memberikan pengecualian dengan membolehkan memakai jenis bangkai tertentu, bangkai ikan, belalang, dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasul:

“Dari Ibnu Umar ra Rasulullah bersabda: dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa (HR Ahmad, Asy-syafii, Baihaqi dan Daruquthni)


PENGERTIAN AQIDAH
Aqidah berasal dari kata aqada yang artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga bersambung.
Akad berarti pula janji, ikatan (kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
Aqidah menurut terminologi adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.

AQIDAH DALAM ISLAM DISEBUT IMAN
Definisi iman
Diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati, dan dilaksanakan dengan perbuatan.
Dasar aqidah islam adalah iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat, qadha dan qadar.

Rasulullah SAW bersabda, ketika ditanya jibril tentang iman, keimanan itu terdiri dari atas beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kiamat, serta beriman qadar yang baik dan buruk (HR Muslim)

TINGKAT AQIDAH
a. Taqliq yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan.

b. Yakin yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, tetapi belum sampai menemukan hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil yang diperolehnya.

c. Ainul yakin yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang.

d. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang disamping didasarkan atas dalil rasional ilmiah dan mendalam serta mampu membuktikan dan memberikan argumentasi yang rasional, selanjutnya dapat menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.

MAKNA IMAN KEPADA ALLAH
Iman kepada Allah yaitu meyakini dengan pasti tentang keesaan pencipta, pemilik dan pengatur alam (rububiyah) sesembahan dan nama-nama serta sifat-sifat bagi Allah yang maha suci.

Iman kepada Allah dapat diperinci dalam 3 macam tauhid yaitu:
1. Tauhid Rububiyah Qs Al-Hijr:39
2. Tauhid Uluhiyah (tauhid ibadah) Qs:1:5
3. Tauhid Asma wa sifat Qs: Asy-Syura:11

IMAN KEPADA MALAIKAT
Malaikat adalah pesuruh Allah yang senantiasa taat dalam menjalankan segala perintah Allah. Mereka diciptakan dari badan yang halus (jismil-latif) tidak mempunyai hawa nafsu dan hanya mempunyai akal.
Malaikat jumlahnya banyak, tak terhingga tetapi yang wajib diketahui ada 10 malaikat yaitu: jibril, mikail, israfil, izrail, raqib, atib, munkar, nakir, malik dan ridwan

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Kitab yang diturunkan Allah kepada Rasulnya banyak tetapi yang wajib diketahui hanya 4 buah kitab dan 100 suhuf.

Adapun kitab yang 4 itu adalah:
1. Taurat dalam bahasa Ibrani diturunkan Allah kepada Nabi Musa As
2. Injil dalam bahasa suryani, diturunkan Allah kepada NAbi Isa As
3. Zabur dalam bahasa qibti diturunkan Allah kepada Nabi Daud As
4. Al-Qur'an dalam bahasa arab diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW

Adapun 100 suhuf diturunkan Allah kepada 3 orang Nabi yaitu:
1. 60 suhuf kepada Nabi Syits As
2. 30 suhuf kepada Nabi Ibrahim As
3. 10 suhuf kepada Nabi Musa As

IMAN KEPADA RASUL ALLAH
Rasul adalah manusia yang dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang datang dari Allah.
Jumlah Rasul 313 orang dan jumlah Nabi sangat banyak sedangkan yang wajib diketahui ada 25 yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud, Luth, Saleh, Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub, Yusuf, Ayyub, Syu'aib, Musa, Harun, Ilyasa, Dzulkifli, daud, Sulaiman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, Muhammad.

Ada 4 sifat wajib bagi rasul:
1. Shidiq artinya benar
2. Amanah artinya dapat dipercaya
3. Tabligh artinya menyampaikan
4. Fathanah artinya bijaksana

IMAN KEPADA HARI KEMUDIAN
Beriman kepada hari kiamat adalah meyakini akan datangnya hari akhir

Qs:30:14-16
"Dan apada hari terjadinya kiamat dihari itu mereka manusia bergolong-golongan. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka mereka didalam taman (surga) bergembira, adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami (Al-qur'an) serta (mendustakan) menemui hari akherat, maka mereka tetap berada didalam siksaan (neraka)."

IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
Qadha adalah ketetapan Allah SWT yang baik dan buruk yang telah ditetapkan.
Qadar (ukuran) adalah ketetapan Allah SWT yang telah terbukti atau sudah terjadi
Beriman kepada takdir Allah bahwasannya apa saja yang terjadi atas diri sesorang itu semuanya dari Allah ta'ala yakni telah ditakdirkan Allah atas apa yang telah terjadi atau yang akan terjadi.

Manusia sebagaimana makhluk lainnya, memiliki keterkaitan dan ketergantungan terhadap alam dan lingkungannya. Namun demikian, pada akhir-akhir ini, manusia justru semakin aktif mengambil langkah-langkah yang merusak, atau bahkan menghancurkan lingkungan hidup. Hampir setiap hari kita mendengar berita menyedihkan tentang kerusakan alam yang timbul pada sumber air, gunung, laut, atau udara. Bencana lumpur lapindo yang tak kunjung usai, gunung meletus, demam berdarah, flu burung, kekeringan, dan sebagainya selalu menghiasi berita di televisi maupun di koran-koran.


Pemanfaatan alam lingkungan secara serampangan dan tanpa aturan telah dimulai sejak manusia memiliki kemampuan lebih besar dalam menguasai alam lingkungannya. Dengan mengeksploitasi alam, manusia menikmati kemakmuran hidup yang lebih banyak. Namun sayangnya, seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, alam lingkungan malah dieksploitasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kerusakan yang dahsyat.
Kerusakan alam yang ditimbulkan oleh manusia bersumber dari cara pandang manusia terhadap alam lingkungannya. Dalam pandangan manusia yang oportunis, alam adalah barang dagang yang menguntungkan dan manusia bebas untuk melakukan apa saja terhadap alam. Menurutnya, alam dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kesenangan manusia. Sebaliknya, manusia yang religius akan menyadari adanya keterkaitan antara dirinya dan alam lingkungan. Manusia seperti ini akan memandang alam sebagai sahabatnya yang tidak bisa dieksploitasi secara sewenang-wenang.

Secara umum, agama-agama samawi memiliki pandangan yang sama mengenai perlindungan terhadap alam semesta. Agama-agama samawi menyatakan bahwa bumi dan segala sesuatu yang tersimpan di dalamnya diciptakan Tuhan untuk manusia. Allah swt berfirman, (al-Baqarah: 29): “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menciptakan langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”



Tuhan menyebut alam lingkungan sebagai nikmat besar yang diberikan-Nya untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya secara benar. Allah berfirman (dalam QS. Jaatsiyah: 13), “Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi, semuanya berasal dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Tuhan di muka bumi memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan alam semesta bagi kehidupannya, baik di bumi, maupun di langit.


Selain berhak memanfaatkan alam semesta, manusia juga diberi tanggung jawab untuk menjaga agar alam semesta tidak mengalami kerusakan. Allah SWT berfirman (QS. al-Ruum: 41), “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki supaya mereka merasakan sebagian dari perilaku mereka itu supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ayat ini menunjukkan bahwa kerusakan alam lingkungan pada akhirnya akan memberikan dampak negatif kepada diri manusia. Misalnya, perilaku manusia yang merusak hutan, membuang sampah sembarangan berakibat pada bencana banjir yang merenggut nyawa dan melenyapkan harta benda manusia. Ketika bencana alam datang, manusia seharusnya menyadari kesalahannya dalam mengeksploitasi alam secara semena-mena.


Kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dari ketidak taatan, keserakahan dan ketidakperduliaan (manusia) terhadap karunia besar kehidupan (Budha), Kita harus, mendeklarasikan sikap kita untuk menghentikan kerusakan, menghidupkan kembali menghormati tradisi lama kita (Hindu), Kami melawan segala terhadap segala bentuk eksploitasi yang menyebabkan kerusakan alam yang kemudian mengancam kerusakannya (Kristen), dan Manusia adalah pengemban amanah, berkewajiban untuk memelihara keutuhan Ciptaan-Nya, integritas bumi, serta flora dan faunanya, baik hidupan liar maupun keadaan alam asli.

Kerusakan alam lainnya yang dikhawatirkan oleh para ilmuwan lingkungan hidup adalah rusaknya lapisan ozon di atmosfer. Penyebab menipisnya lapisan ozon adalah gas karbondioksida (CO2) yang bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil dan chloroflourocarbon (CFC) yang bersumber dari penggunaan kulkas dan AC. Kedua gas itu mengeluarkan atom yang merusak molekul ozon di atmosfer. Kerusakan ozon membuat sinar matahari masuk ke bumi secara berlebihan, tanpa ada yang menangkal, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan berbagai penyakit lainnya. Akibat lain dari kerusakan ozon adalah meningkatnya temperatur bumi.



Para ilmuwan lingkungan hidup menyatakan bahwa aturan utama dalam memanfaatkan alam adalah memperhatikan standar dan kapasitas yang ada. Eksploitasi alam secara berlebihan dan tanpa aturan dan pertimbangan yang matang akan menyebabkan krisis lingkungan. Hal ini sesuai dengan aturan Islam, sebagaimana tercantum dalam QS. al-Hijr: 19, “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”


Pemanfaatan sumber daya alam harus selalu memperhatikan dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan. Misalnya kasus, dalam sebuah tambang emas, biasa digunakan bahan-bahan kimia untuk memisahkan kandungan emas dari zat-zat lainnya. Sisa-sisa bahan kimia ini bila dibuang begitu saja ke laut, akan menyebabkan tercemarnya air laut dan teracuninya makhluk hidup di laut. Akibatnya, manusia tidak dapat memanfaatkan makhluk-makhluk laut untuk kehidupannya.


Dalam kasus ini, kecerobohan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam telah menyebabkan kerugian yang berdampak terhadap diri mereka sendiri. Dalam hal ini, Imam Ridha as. pernah bersabda, “Keadilan dan kedermawanan menyebabkan abadinya nikmat Allah. Karena itu, seadainya manusia memperhatikan dampak lingkungan hidup, sesungguhnya, dia telah menjaga kelestarian nikmat Tuhan bagi dirinya sendiri.”


Perkembangan pemikiran tentang alam semesta

1.Thales dari Miletos


Lahir: 624–625 SM
Meninggal: 547–546 SM

Pemikiran

Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales menyatakan bahwa air adalah prinsip dasar (dalam bahasa Yunani arche) segala sesuatu.Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang.
Selain itu, ia juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.

2.Anaximandros


Lahir: 610 SM
Meninggal: 546 SM

Pemikiran

Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Meskipun Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala sesuatu. Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu, Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera.Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.

To apeiron berasal dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas. Ia merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang).Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan kembali.

Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain. Yang panas membalut yang dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya.Dari yang dingin itu terjadilah yang cair dan beku. Yang beku inilah yang kemudian menjadi bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula. Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi dikatakan berbentuk silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak jatuh karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan semua benda lain.

Mengenai bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi, perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah. Karena berputar terus-menerus, maka berangsur-angsur bumi menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah itu sebagai laut pada bumi.

3.Anaximenes.


Terkenal: 545 SM
Meninggal: 528/526 SM

Pemikiran

Udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Keseluruhan artikel atau bagian tertentu dari artikel ini perlu di-wikifikasi.

Salah satu kesulitan untuk menerima filsafat Anaximandros tentang to apeiron yang metafisik adalah bagaimana menjelaskan hubungan saling mempengaruhi antara yang metafisik dengan yang fisik. Karena itulah, Anaximenes tidak lagi melihat sesuatu yang metafisik sebagai prinsip dasar segala sesuatu, melainkan kembali pada zat yang bersifat fisik yakni udara.
Tidak seperti air yang tidak terdapat di api (pemikiran Thales), udara merupakan zat yang terdapat di dalam semua hal, baik air, api, manusia, maupun segala sesuatu. Karena itu, Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu.Udara adalah zat yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai bentuk lain. Perubahan-perubahan tersebut berproses dengan prinsip "pemadatan dan pengenceran" (condensation and rarefaction. Bila udara bertambah kepadatannya maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah, dan kemudian batu. Sebaliknya, bila udara mengalami pengenceran, maka yang timbul adalah api. Proses pemadatan dan pengenceran tersebut meliputi seluruh kejadian alam, sebagaimana air dapat berubah menjadi es dan uap, dan bagaimana seluruh substansi lain dibentuk dari kombinasi perubahan udara.

4.Herakleitos
Diperkirakan hidup pada abad: 5 SM (540-480 SM)


Pemikiran

Segala Sesuatu Mengalir.
"Seseorang tidak bisa dua kali masuk ke sungai yang sama."
Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta. Menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap."

Perubahan yang tidak ada henti-hentinya itu dibayangkan Herakleitos dengan dua cara:
Pertama, seluruh kenyataan adalah seperti aliran sungai yang mengalir. "Engkau tidak dapat turun dua kali ke sungai yang sama," demikian kata Herakleitos. Maksudnya di sini, air sungai selalu bergerak sehingga tidak pernah seseorang turun di air sungai yang sama dengan yang sebelumnya.
Kedua, ia menggambarkan seluruh kenyataan dengan api. Maksud api di sini lain dengan konsep mazhab Miletos yang menjadikan air atau udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu. Bagi Herakleitos, api bukanlah zat yang dapat menerangkan perubahan-perubahan segala sesuatu, melainkan melambangkan gerak perubahan itu sendiri. Api senantiasa mengubah apa saja yang dibakarnya menjadi abu dan asap, namun api tetaplah api yang sama. Karena itu, api cocok untuk melambangkan kesatuan dalam perubahan.

5.Parmenides


Lahir: 540 SM
Meninggal: 470 SM

Pemikiran

Tentang "Yang Ada"
Inti utama dari "Jalan Kebenaran" adalah keyakinan bahwa "hanya 'yang ada' itu ada". Parmenides tidak mendefinisikan apa yang dimaksud "yang ada", namun menyebutkan sifat-sifatnya. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bersifat meliputi segala sesuatu, tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terhancurkan. Selain itu, "yang ada" itu juga tidak tergoyahkan dan tidak dapat disangkal.

Menurut Parmenides, "yang ada" adalah kebenaran yang tidak mungkin disangkal. Bila ada yang menyangkalnya, maka ia akan jatuh pada kontradiksi. Hal itu dapat dijelaskan melalui pengandaian yang diberikan oleh Parmenides. Pertama, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" itu tidak ada. Kedua, orang dapat mengatakan bahwa "yang ada" dan "yang tidak ada" itu bersama-sama ada. Kedua pengandaian ini mustahil. Pengandaian pertama mustahil, sebab "yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan. "Yang tidak ada" tidak dapat dipikirkan dan dibicarakan. Pengandaian kedua merupakan pandangan dari Herakleitos. Pengandaian ini juga mustahil, sebab pengandaian kedua menerima pengandaian pertama, bahwa "yang tidak ada" itu ada, padahal pengandaian pertama terbukti mustahil. Dengan demikian, kesimpulannya adalah "Yang tidak ada" itu tidak ada, sehingga hanya "yang ada" yang dapat dikatakan ada.

Untuk lebih memahami pemikiran Parmenides, dapat digunakan contoh berikut ini. Misalnya saja, seseorang menyatakan "Tuhan itu tidak ada!" Di sini, Tuhan yang eksistensinya ditolak orang itu sebenarnya ada, maksudnya harus diterima sebagai dia "yang ada". Hal ini disebabkan bila orang itu mengatakan "Tuhan itu tidak ada", maka orang itu sudah terlebih dulu memikirkan suatu konsep tentang Tuhan. Barulah setelah itu, konsep Tuhan yang dipikirkan orang itu disanggah olehnya sendiri dengan menyatakan "Tuhan itu tidak ada". Dengan demikian, Tuhan sebagai yang dipikirkan oleh orang itu "ada" walaupun hanya di dalam pikirannya sendiri. Sedangkan penolakan terhadap sesuatu, pastilah mengandaikan bahwa sesuatu itu "ada" sehingga "yang tidak ada" itu tidaklah mungkin. Oleh karena "yang ada" itu selalu dapat dikatakan dan dipikirkan, sebenarnya Parmenides menyamakan antara "yang ada" dengan pemikiran atau akal budi.

Setelah berargumentasi mengenai "yang ada" sebagai kebenaran, Parmenides juga menyatakan konsekuensi-konsekuensinya:
Pertama-tama, "yang ada" adalah satu dan tak terbagi, sedangkan pluralitas tidak mungkin. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan "yang ada".
Kedua, "yang ada" tidak dijadikan dan tidak dapat dimusnahkan.Dengan kata lain, "yang ada" bersifat kekal dan tak terubahkan. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab bila "yang ada" dapat berubah, maka "yang ada" dapat menjadi tidak ada atau "yang tidak ada" dapat menjadi ada.
Ketiga, harus dikatakan pula bahwa "yang ada" itu sempurna, seperti sebuah bola yang jaraknya dari pusat ke permukaan semuanya sama. Menurut Parmenides, "yang ada" itu bulat sehingga mengisi semua tempat.
Keempat, karena "yang ada" mengisi semua tempat, maka disimpulkan bahwa tidak ada ruang kosong. Jika ada ruang kosong, artinya menerima bahwa di luar "yang ada" masih ada sesuatu yang lain. Konsekuensi lainnya adalah gerak menjadi tidak mungkin sebab bila benda bergerak, sebab bila benda bergerak artinya benda menduduki tempat yang tadinya kosong.

6.Empedokles


Lahir: abad ke-5 SM (495-435 SM)

Pemikiran

Tentang Empat Anasir
Empedokles berpendapat bahwa prinsip yang mengatur alam semesta tidaklah tunggal melainkan terdiri dari empat anasir atau zat. Memang dia belum memakai istilah anasir (stoikeia) yang sebenarnya baru digunakan oleh Plato, melainkan menggunakan istilah 'akar' (rizomata). Empat anasir tersebut adalah air, tanah, api, dan udara. Keempat anasir tersebut dapat dijumpai di seluruh alam semesta dan memiiki sifat-sifat yang saling berlawanan. Api dikaitkan dengan yang panas dan udara dengan yang dingin, sedangkan tanah dikaitkan dengan yang kering dan air dikaitkan dengan yang basah. Salah satu kemajuan yang dicapai melalui pemikiran Empedokles adalah ketika ia menemukan bahwa udara adalah anasir tersendiri. Para filsuf sebelumnya, misalnya Anaximenes, masih mencampuradukkan udara dengan kabut.

Empedokles berpendapat bahwa semua anasir memiliki kuantitas yang persis sama. Anasir sendiri tidak berubah, sehingga, misalnya, tanah tidak dapat menjadi air. Akan tetapi, semua benda yang ada di alam semesta terdiri dari keempat anasir tersebut, walaupun berbeda komposisinya. Contohnya, Empedokles menyatakan tulang tersusun dari dua bagian tanah, dua bagian air, dan empat bagian api. Suatu benda dapat berubah karena komposisi empat anasir tersebut diubah.