A. Al-Qur’an
Pengertian
Al-qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca.
Secara terminologis Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan:
Pertama : Al-quran adalah kalamullah bukan ucapan Nabi.
Kedua : Al-qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu Rasul yang terakhir.
QS Al-Ahzab: 40
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah Bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Ketiga : Al-qur’an diturunkan Allah melalui perantaraan malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari kepada Nabi Muhammad.
Keempat: Al-quran dikumpulkan dalam mushaf yang sejak masa turunnya dihafalkan dan ditulis oleh para sahabat kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf yang seluruhnya berisi 6.666 ayat dan 114 surat.
Kelima: Al-quran sampai kepada umat Islam secara mutawatir, terus-menerus diturunkan dari generasi ke generasi dalam keadaan tetap terjaga , baik huruf maupun kalimat yang ada didalamnya.
Keenam: Membaca Al-qur’an bernilai ibadah bagi pembaca dan pendengarnya, sekalipun pembaca atau pendengarnya tidak mengerti arti yang dibacanya.
Ketujuh: Al-qur’an dimulai dengan surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
b. Nama-nama Al-qur’an
1) Al-qur’an, kata al-qur’an sebagai nama kitab disebutkan dalam QS Al-Hasyr:21
“sekiranya kami turunkan Al-qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah”.
2) Al-furqan artinya pembeda atau pemisah , yaitu kitab yang membedakan antara yang hak dan batil. QS Al-Furqan: 1
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-furqan (al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”.
3) Azzikra artinya peringatan, yaitu kitab yang berisi peringatan Allah kepada manusia QS Al-Hijr: 9
“sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
4) Al-Kitab artinya tulisan atau yang ditulis, yaitu kitab yang ditulis dalam mushaf QS Al-Kahfi: 1
“segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.
2. Fungsi dan Peran Al-qur’an
a. Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
yaitu petunjuk bagaimana mencapai kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akherat. Yaitu meletakkan seluruh aspek kehidupan dalam kerangka ibadah kepada Allah QS Adz-Zariyat : 56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
b. Al-qur’an memeberikan penjelasan terhadap segala sesuatu , sehingga manusia memiliki pedoman dan arahan yang jelas dalam hidupnya.
QS Al_An’am: 38
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab”
Dalam QS An-Nahl: 89
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (AL-qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.
c. Al-qur’an sebagai penawar jiwa yang haus.
Al-qu’an berfungsi sebagai penawar (obat) bagi manusia
QS Al-Israa: 82
“Dan kami turunkan dari Al-qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
3. Kodifikasi Al-qur’an
a. Kodifikasi pada masa Rasulullah
Kodifikasi Al-qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat Rasul masih hidup, dengan cara:
Setiap kali ayat Al-qu’an turun, Nabi memberikan petunjuk kepada para sahabat dalam penyimpanan ayat dan surat dalam susunan ayat-ayat Al-qur’an.
Nabi mengumpulkan ayat-ayat yang telah ditulis oleh para penulis wahyu dan memerintahkan Ali untuk menghimpunnya.
Hal ini diungkapkan dalam riwayat Ali bin Ibrahim yang diterima dari Abu Bakar Al-Hadhrami dari Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad, katanya:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Ali: “Wahai Ali, sesungguhnya Al-qur’an terdapat di belakang tempat tidurku yang tertulis dalam suhuf (lembaran) sutra dan kertas. Ambillah dan kumpulkanlah, dan jangan sampai hilang, sebagaimana kaum Yahudi menghilangkan Taurat”. Kemudian Ali pergi untuk mengumpulkannya pada kain kuning dan menutupinya.
b. Kodifikasi pada masa para Khalifah.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra, Umar bin Khatab menyarankan agar Al-qur’an ditulis dan dikumpulkan dalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar menolak dengan alasan Rasul pun tidak melakukannya.
Setelah terjadi peperangan-peperangan melawan orang-orang murtad yang banyak menewaskan para penghafal Al-qur’an, Abu Bakar memerintahkan Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, dan Umayah bin Kaab serta Utsman bin Affan untuk menulis dan membukukannya.
Setelah disusun musyaf itu disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat. Kemudian dipegang oleh Umar bin Khatab, dan setelah Umar wafat disimpan oleh Hafsah binti Umar.
Khalifah Utsman menggandakan mushaf Al-qur’an menjadi 5 buah. Beliau mengirimkannya ke berbagai daerah sebagai rujukan dan dasar pemerintahan di daerah-daerah kedaulatan Islam.
4. Kandungan Al-qur’an
Al-qur’an terdiri dari 114 surat, 6666 ayat, 74437 kalimat dan 325345 huruf.
Kelengkapan kandungan Al-qur’an diterangkan sendiri dalam Al-qur’an
QS Al-Anam: 38
“Dan tidaklah ada yang Kami luputkan (tinggalkan) di dalam Al-qur’an sesuatupun”.
Secara umum isi kandungan Al-qur’an terdiri atas:
a. Pokok-pokok keyakinan atau keimanan yang melahirkan teologi atau ilmu kalam.
b. Pokok-pokok aturan atau hukum yang melahirkan ilmu hukum, syariat atau ilmu fiqih.
c. Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah)
d. Pokok-pokok aturan tingkah laku (akhlak).
e. Petunjuk tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan adanya Tuhan.
f. Petunjuk tentang hubungan golongan kaya dan miskin.
g. Sejarah para Nabi dan umat terdahulu.
5. Keistimewaan Al-qur’an
a. Keistimewaan Bahasanya
Al-qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih. Sejak masa turunnya sampai sekarang tidak ada yang dapat menandingi ketinggian dan keindahan bahasanya.
Al-qur’an berisi 77.439 kata, 323.015 huruf yang seimbang jumlah katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.
Misalnya kata hayat, yang artinya hidup berulang sebanyak 145 kali sama dengan berulangnya kata maut.
Kata akherat berulang sama jumlahnya dengan kata dunia, yaitu 115 kali.
Kata malaikat berulang 88 kali sama dengan berulangnya kata setan.
Kata yaum yang artinya hari diulang Al-qur’an sebanyak 365 kali, yaitu sama dengan jumlah hari dalam setahun.
Kata syahr yang artinya bulan diulang sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
b.Al-qur’an menembus seluruh waktu, tempat dan sasaran
Al-qur’an berbicara tentang manusia secara keseluruhan, tanpa membedakan jenis kelamin, suku dan bangsa.
QS Al-A’raf: 158
“Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua…”
Dasi segi waktu, Al-qur’an berbicara tentang masa lampau, masa kini dan masa datang.
Contoh: Al-qur’an menggambarkan kesombongan Firaun yang ditenggelamkan di laut merah, sedangkan jasadnya diselamatkan Allah untuk menjadi pelajaran bagi manusia
QS Yunus: 92
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”.
c.Al-qur’an merupakan naskah asli yang terjaga
Al-qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang terjaga keasliannya sejak masa diturunkannya sampai kini bahkan hingga akhir zaman.
Keaslian Al-qur’an dibuktikan pula dengan tidak terjadinya perubahan-perubahan atau kontrovesi tentang ayat Al-qur’an pada umat Islam di seluruh dunia.
d.Al-qur’an sumber informasi tentang Tuhan, Rasul dan Alam Gaib
Al-qur’an adalah firman Tuhan yang memberikan informasi tentang Diri-Nya, sehingga kebenaran Tuhan bersifat mutlak.
Al-qur’an memberikan pula legitimasi terhadap Rasul yang ditugaskan Allah mengemban misinya kepada manusia.
Al-qur’an memberikan pula informasi tentang adanya hal-hal yang bersifat gaib, seperti jin, malaikat, hari kiamat, hari akhrat, surga dan neraka.
B. Al-SUNNAH
Pengertian
Sunnah menurut bahasa adalah perjalanan, pekerjaan atau cara.
Menurut istilah, sunnah berarti perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW serta keterangannya (taqrir), yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat sahabat dan ditetapkan oleh Nabi.
Sunnah sering juga disebut hadis, dimana hadis adalah sunnah qauliyah, sedangkan sunnah fi’liyah dan taqririyah bukan hadis melainkan sunnah saja.
C. IJTIHAD
Pengertian
Ijtihad berarti menggunakan seluruh kesanggupan berpikir untuk menetapkan hukum syara dengan jalan mengeluarkan hukum dari kitab dan sunnah. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, yaitu ahli fikih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat (dzan) terhadap suatu hukum agama dengan jalan istinbat dari Al-qur’an dan As-Sunnah.
Kebenaran hasil ijtihad tidak bersifat mutlak, melainkan dzanniyah (persangkaan kuat kepada benar). Oleh karena itu mungkin saja antara satu mujtahid dengan mujtahid lain hasilnya berbeda.
Kendati demikian, tidak berarti setiap mujtahid itu benar atau salah, karena yang dapat mengukur kebenaran secara mutlak hanya Allah semata.
Sabda Nabi:
“Hakim apabila beritijtihad dapat mencapai kebenaran, maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad tidak mencapai kebenaran, maka ia mencapai satu pahala (HR Bukhari dan Muslim)
Masalah yang diijtihadkan
Tidak semua masalah agama dapat diijtihadkan, hukum-hukum yang sudah pasti tidak boleh diijtihadkan lagi. Seperti salat lima waktu.
Masalah yang diijtihadkan adalah hukum-hukum syara yang tidak mempunyai dalil qath’I (pasti), bukan hukum-hukum akal dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam (aqidah)
Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak masalah yang perlu mendapatkan kejelasan hukum, seperti masalah bayi tabung, alat-alat kontrasepsi, dsb.
Perbedaan Al-qur’an dan As-Sunnah
Kebenaran Al-qur’an bersifat mutlak (qath’i) karena dijamin oleh Allah sendiri dan secara historis Al-qur’an terjaga dari segala campur tangan manusia. Sedangkan hadis bersifat dzanni. Hadis dikumpulkan lama setelah Nabi wafat memungkinkan ada orang yang menambah, menguranginya, atau bahkan memalsukannya.
Semua ayat Al-qur’an dijadikan pedoman hidup, sedangkan hadis tidak demikian. Hadis yang dijadikan pedoman hidup dan dasar hukum bagi sesuatu perbuatan muslim adalah hadis sahih, sedangkan hadis di luar itu tidak demikian.
a. Al-qur’an autentik sedangkan hadis tidak
Seluruh ayat Al-qur’an autentik, baik lafadz maupun maknanya. Al-qur’an diturunkan Allah melalui jibril dan selamanya diawasi oleh Allah sehingga tidak mungkin Al-qur’an yang diterima Rasul berbeda dengan Al-qur’an dilauhil mahfudz.
Pada hadis tidak demikian, lafadz dan makna hadis tidak auntentik, karena itu acap kali terdapat perbedaan lafadz antara hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dengan perawi lainnya.
b. As-sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-qur’an
Misalnya Sunnah di bawah ini:
“Rasulullah melarang semua yang mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar” (HR Muslim dari Ibn Abbas)
c. As-Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-qur’an yang bersifat umum
Misalnya Al-qur’an mengharamkan memakan bangkai dan darah, dalam QS Al-Maidah: 3
“Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan”.
As-sunnah memberikan pengecualian dengan membolehkan memakai jenis bangkai tertentu, bangkai ikan, belalang, dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasul:
“Dari Ibnu Umar ra Rasulullah bersabda: dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa (HR Ahmad, Asy-syafii, Baihaqi dan Daruquthni)