N. Satria Abdi, S.H., M.H.
References
Bagian Pertama
Landasan Teoritik
Dasar Hukum
Negara Hukum (1)
Plato, dalam karyanya yang berjudul Nomoi (the law), “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”, kelanjutan dari karyanya yang berjudul Politea (the republic) dan Politicos (stateman)
Negara Hukum (2)
Wirjono Prodjodikoro, “suatu negara yang di dalam wilayahnya semua alat perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam setiap tindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku”.
Hartono Mardjono, “bilamana di negara tersebut seluruh warganegara maupun alat-alat perlengkapan dan aparat negaranya, tanpa kecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada hukum”. (equity dan non-discrimination)
Tujuan Negara Hukum
S. Tasrif:
1) Kepastian hukum (tertib/order);
2) Kegunaan (kemanfaatan/utility); dan
3) Keadilan (justice).
Ahmad Dimyati:
1) Pencapaian keadilan,
2) Kepastian hukum, dan
3) Kegunaan (kemanfaatan).
Kesimpulan:
Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun negara, The law is a tool to “social control” and “social engineering”.
Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.
Rechtsstaat :
1) Pengakuan dan perlindungan HAM,
2) Pembatasan kekuasaan,
3) Pemerintahan berdasarkan aturan hukum, dan
4) Peradilan administrasi
The Rule of Law :
1) Supremacy of law,
2) Equality before the law, dan
3) Individual right.
Socialist Legality :
1) Manifestation of Socialism ,
2) The law as a tool of Socialism, dan
3) Pushed on Social right than individual right.
Nomokrasi Islam :
1) Kekuasaan adalah amanah,
2) HAM,
3) Keadilan,
4) Persamaan,
5) Musyawarah,
6) Perdamaian,
7) Peradilan bebas,
8) Kesejahteraan, dan
9) Ketaatan
Negara Hukum Pancasila
F.M. Hadjon:
M. Tahir Azhary:
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
IPP (gezetzgebungswissenschaft), berkembang terutama di Eropa Kontinental (Jerman), tahun 1970-an.
Tokoh-tokoh:
1) Peter Noll (gezetgebungslehre);
2) Jurgen Rodig;
3) Burkhardt Krems (gezetzgebungswissenschaft);
4) Merner Maihofer;
5) S.O. van Poelje (wetgevingsleer, wetgevingskunde);
6) W.G. van der Velden.
Defenisi IPP
Burkhardt Krems, “Ilmu pengetahuan interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi”. Ilmu ini terdiri atas: Teori Perundang-undangan (gezetsgebungs-theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (gezetsgebungs-lehre)
IPP adalah ilmu pengetahuan interdisipliner mengenai pembentukan hukum (tertulis) oleh negara.
Ilmu Perundang-undangan, “kajian per-uu-an yang berorientasi pada perbuatan melaksanakan pembuatan per-uu-an yang bersifat normatif”
Ilmu Perundang-undangan, terbagi menjadi:
1) Proses per-UU-an (gezetsgebungsverfahren); Metode per-UU-an (gezetsgebungsmethode); Teknik per-UU-an (gezetsgebungstechnic)
Aristoteles, Manusia makhluk sosial (zoon politicon)
Fungsi, Tujuan, dan Tugas Norma Hukum
Bentuk-bentuk Norma Hukum (1)
Norma ini dilihat dari sasaran atau subjek yang dituju. Individu, beberapa orang, atau sekelompok orang yang tertentu.
Abstrak atau konkritnya suatu norma ditentukan oleh bentuk perbuatan yang diatur, mujarad (tak berwujud) atau nyata.
Norma hukum ini dapat dilihat dari masa berlakunya. Einmahlig (berlaku sekali selesai) dan Dauerhaftig (berlaku terus menerus)
Bentuk-bentuk Norma Hukum (2)
Norma hukum ini dilihat dari sifatnya apakah berdiri sendiri (tunggal) atau diikuti oleh norma hukum lain (berpasangan).
Beschiking dan Regering
S.J. Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving, gezetsgebung) bermakna:
“Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”.
“Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.
Jenis Perundang-undangan
Ditentukan oleh UUD 1945
Ditingkat Pusat
Ditingkat Daerah
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti:
UU adalah peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Legislatif (DPR)
Asas-asas Perundang-undangan (1)
Asas-asas Perundang-undangan (2)
Kejelasan tujuan
Berlakunya suatu asas adalah juga berlakunya suatu pengecualian. Tidak ada hukum yang berlaku mutlak, tetapi senantiasa ada pengecualian.
Landasan Pembentukan Per-UU-an
Landasan Filosofis (filosofische grondslag)
Landasan Sosiologis (Sociologische grondslag)
Landasan Yuridis (Rechtsgrond )
Konsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.
Materi Per-UU-an (1)
ROCCIPI (2)
SISTEMATIKA
Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah KU, dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
Ketentuan Penutup:
Catatan :
Redaksional
Tahapan
Pengajuan Rancangan
References
- Amiroedin Syarif, Perundang-undangan: Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Rineka Cipta, Jkt.
- A. Hamid Attamimie, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, UIP, Jkt.
………., Teori Perundang-undangan Indonesia, UIP, Jkt.
- Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.co., Jkt.
………, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM Unisba, Bdg.
- Budiman, N.P. Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII Press, Yk
- Purnadi Purbacaraka, Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bdg.
- Purnadi Purbacaraka, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bdg.
- Rasyidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Citra Bakti, Bdg.
- Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yk.
- M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Alumni, Bdg.
- Soehino, Hukum Tata Negara: Teknik perundang-undangan, Liberty, Yk.
- Joko Prakoso, Proses pembuatan Perda, Ghalia Indonesia, Jkt.
- Irawan Soejito, Teknik Membuat Undang-undang, Bina Aksara, Jkt.
…………., Teknik Membuat Perda, Karya Darma, Jkt.
Dll…
UUD 1945 Sebelum Perubahan
UUD 1945 Sesudah Perubahan
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan
Bagian Pertama
Landasan Teoritik
Dasar Hukum
- Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah NEGARA HUKUM”
- Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kewenangan membentuk UNDANG-UNDANG”
- Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG”
- Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 “Presiden menetapkan PERATURAN PEMERINTAH untuk menjalankan UNDANG-UNDANG sebagaimana mestinya”
- Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 “Pemerintah daerah berhak menetapkan PERATURAN DAERAH dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”
- UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Negara Hukum (1)
Sejarah
Plato, dalam karyanya yang berjudul Nomoi (the law), “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”, kelanjutan dari karyanya yang berjudul Politea (the republic) dan Politicos (stateman)
Aristoteles, “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum”
Hakikat (Essence)
Hukum adalah “supreme”, maka dari itu:
Kewajiban bagi setiap orang, termasuk penyelenggara negara/ pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law).
Tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law) semuanya ada di bawah hukum (under the rule of law).
Tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power)
Negara Hukum (2)
Pengertian
Wirjono Prodjodikoro, “suatu negara yang di dalam wilayahnya semua alat perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam setiap tindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku”.
Hartono Mardjono, “bilamana di negara tersebut seluruh warganegara maupun alat-alat perlengkapan dan aparat negaranya, tanpa kecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada hukum”. (equity dan non-discrimination)
Tujuan Negara Hukum
S. Tasrif:
1) Kepastian hukum (tertib/order);
2) Kegunaan (kemanfaatan/utility); dan
3) Keadilan (justice).
Ahmad Dimyati:
1) Pencapaian keadilan,
2) Kepastian hukum, dan
3) Kegunaan (kemanfaatan).
Kesimpulan:
Pencapaian Keadilan, sesuai dengan asas Ius quia iustum (hukum adalah keadilan, dan Quid ius sine justitia (apalah arti hukum tanpa keadilan).
Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun negara, The law is a tool to “social control” and “social engineering”.
Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.
Rechtsstaat :
1) Pengakuan dan perlindungan HAM,
2) Pembatasan kekuasaan,
3) Pemerintahan berdasarkan aturan hukum, dan
4) Peradilan administrasi
The Rule of Law :
1) Supremacy of law,
2) Equality before the law, dan
3) Individual right.
Socialist Legality :
1) Manifestation of Socialism ,
2) The law as a tool of Socialism, dan
3) Pushed on Social right than individual right.
Nomokrasi Islam :
1) Kekuasaan adalah amanah,
2) HAM,
3) Keadilan,
4) Persamaan,
5) Musyawarah,
6) Perdamaian,
7) Peradilan bebas,
8) Kesejahteraan, dan
9) Ketaatan
Negara Hukum Pancasila
F.M. Hadjon:
Keserasian hubungan antara rakyat dan pemerintah berdasarkan asas kerukunan,
Hubungan fungsional yang proporsional antar kekuasaan negara,
Penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir,
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
M. Tahir Azhary:
Adanya hubungan erat antara agama dan negara,
Bertumpu pada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kebebasan beragama dalam artian positif,
Atheisme tidak dibenarkan dan Komunisme tidak diperkenankan,
Berdasarkan asas kekeluargaan dan kerukunan.
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
Sejarah Perkembangan
IPP (gezetzgebungswissenschaft), berkembang terutama di Eropa Kontinental (Jerman), tahun 1970-an.
Istilah2 yg digunakan: di Belanda,
1) watgevingsweten-schap;
2) wetgevingsleer;
3) wetgevingskunde, di Inggris dikenal dgn istilah Science of Legislation.
1) watgevingsweten-schap;
2) wetgevingsleer;
3) wetgevingskunde, di Inggris dikenal dgn istilah Science of Legislation.
Tokoh-tokoh:
1) Peter Noll (gezetgebungslehre);
2) Jurgen Rodig;
3) Burkhardt Krems (gezetzgebungswissenschaft);
4) Merner Maihofer;
5) S.O. van Poelje (wetgevingsleer, wetgevingskunde);
6) W.G. van der Velden.
Defenisi IPP
Burkhardt Krems, “Ilmu pengetahuan interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi”. Ilmu ini terdiri atas: Teori Perundang-undangan (gezetsgebungs-theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (gezetsgebungs-lehre)
IPP adalah ilmu pengetahuan interdisipliner mengenai pembentukan hukum (tertulis) oleh negara.
Teori Perundang-undangan, “kajian yang berorientasi pada penjelasan dan penjernihan pemahaman (pengertian, norma, pembentuk, fungsi, dsb) yang bersifat kognitif”
Ilmu Perundang-undangan, “kajian per-uu-an yang berorientasi pada perbuatan melaksanakan pembuatan per-uu-an yang bersifat normatif”
Ilmu Perundang-undangan, terbagi menjadi:
1) Proses per-UU-an (gezetsgebungsverfahren); Metode per-UU-an (gezetsgebungsmethode); Teknik per-UU-an (gezetsgebungstechnic)
Aristoteles, Manusia makhluk sosial (zoon politicon)
P.J. Bouman, “Manusia baru menjadi manusia setelah hidup dengan sesama”
Norma/kaidah; norma (Latin), kaidah (Arab).
Norma/kaidah, “ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dlm hubungan dengan sesama atau dengan lingkungannya”
Norma (kaidah) hukum, “suatu patokan yang didasarkan kpd ukuran nilai2 baik atau buruk yang berorientasi kepada asas keadilan, dan bersifat: 1) suruhan (impare/gebod), yg harus dilakukan orang; dan 2) larangan (prohibire/verbod), yg tidak boleh dilakukan; 3) kebolehan ( permitted/mogen), sesuatu yang tidak dilarang dan disuruh.
Fungsi, Tujuan, dan Tugas Norma Hukum
Fungsi dan Tujuan
Fungsi, melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia.
Tujuan, tercapainya ketertiban dalam masyarakat
Tugas
Mengusahakan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat dan kepastian hukum agar tercapainya tujuan hukum.
Bentuk-bentuk Norma Hukum (1)
Umum dan Individual
Norma ini dilihat dari sasaran atau subjek yang dituju. Individu, beberapa orang, atau sekelompok orang yang tertentu.
Abstrak dan Konkrit
Abstrak atau konkritnya suatu norma ditentukan oleh bentuk perbuatan yang diatur, mujarad (tak berwujud) atau nyata.
Einmahlig dan Dauerhaftig
Norma hukum ini dapat dilihat dari masa berlakunya. Einmahlig (berlaku sekali selesai) dan Dauerhaftig (berlaku terus menerus)
Bentuk-bentuk Norma Hukum (2)
Tunggal dan Berpasangan
Norma hukum ini dilihat dari sifatnya apakah berdiri sendiri (tunggal) atau diikuti oleh norma hukum lain (berpasangan).
Isi norma hukum tunggal adalah suruhan (das sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku. Norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma hukum, yaitu norma hukum primer dan sekunder. Norma hukum sekunder merupakan penanggulangan apabila norma primer tidak terlaksana.
Beschiking dan Regering
Perundang-undangan
Pengertian
S.J. Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving, gezetsgebung) bermakna:
Dalam arti luas
“Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”.
Dalam arti sempit
“Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.
Jenis Perundang-undangan
Ditentukan oleh UUD 1945
Undang-undang (UU)
Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Daerah (Perda)
Terdapat dalam Praktek Kenegaraan
Ditingkat Pusat
Keputusan Presiden (Keppres) / (Perpres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), Instruksi Menteri (Inmen), Per ka. LPND, dll.
Ditingkat Daerah
Keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota)
Hirarkie Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Tap MPR No. III/MPR/2000
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang/Perpu
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti:
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
Dan lain-lainnya
Tap MPR No. III/MPR/2000
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang (UU)
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan Daerah (Perda)
UU No. 10 Tahun 2004
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah (Perda):
Peraturan Daerah Propinsi (Perda Prop)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)
Peraturan Desa (Perdes)
UU adalah peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Legislatif (DPR)
“Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam hal ihwal kegentingan memaksa, berkekuatan sama dengan UU”.
Perundang-undangan jenis ini dikenal juga dengan istilah peraturan darurat (noodverordening). Dan harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya.
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
“Perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah, yang berisi aturan-aturan umum untuk melaksanakan UU atau Perpu”.
PERATURAN PRESIDEN (PERPRES)
“Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden dan bersifat khusus untuk melaksanakan UUD 1945, UU, Perpu, dan/atau PP”
PERATURAN DAERAH (PERDA)
“Peraturan yang dibuat oleh pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) untuk melaksanakan otonomi daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”
Asas-asas Perundang-undangan (1)
Asas tingkatan hirarkie (lex superiori derogat lex inferiori), Suatu per-UU-an isinya tidak boleh bertentangan dengan isi per-UU-an yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.
Asas tidak dapat diganggu gugat, suatu per-UU-an tidak dapat diuji oleh siapapun kecuali oleh pembentuknya sendiri (legislative review, executive review) atau badan yang diberi kewenangan untuk menguji (judicial review).
Asas khusus mengesampingkan yang umum (lex specialist derogat lex generalist)
Asas-asas Perundang-undangan (2)
Asas tidak berlaku surut (non-retroactive), asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied). UU pada prinsipnya dibuat untuk keperluan masa depan. Apabila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan akibat tidak baik. Namun di dalam penggunaan UU ada pengecualian, yaitu dalam hal-hal yang bersifat khusus. (Lihat
Pasal 1 ayat (2) KUHP).
Pasal 1 ayat (2) KUHP).
Asas yang baru mengesampingkan yang lama (lex posteriori derogat lex priori)
Asas Keterbukaan (Hearing), sejak diumumkan RUU sampai adanya persetujuan bersama
Asas Pembentukan
Kejelasan tujuan
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Dapat dilaksanakan
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Kejelasan rumusan, dan
Keterbukaan
Asas materi muatan
Pengayoman
Kemanusiaan
Kebangsaan
Kekeluargaan
Kenusantaraan
Keadilan
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Ketertiban dan kepastian hokum
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Berlakunya suatu asas adalah juga berlakunya suatu pengecualian. Tidak ada hukum yang berlaku mutlak, tetapi senantiasa ada pengecualian.
“Geen recht zonder uitzondering”
Syarat-syarat Undang-undang
Sebagai hasil filsafat
Hasil kesenian
Hasil ilmu pengetahuan
Bernilai ekonomis
Sebagai “Social control” dan “Social engineering”
Landasan Pembentukan Per-UU-an
Landasan Filosofis (filosofische grondslag)
Rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) jika dikaji secara filosofis; dan
Sesuai dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)
Landasan Sosiologis (Sociologische grondslag)
Dikatakan mempunyai landasan sosiologis bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar UU efektif berlaku dimasyarakat.
Landasan Yuridis (Rechtsgrond )
mempunyai landasan hukum atau dasar hukum (legalitas) bila terdapat dasar hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Konsideran menimbang (grondslag) dikenal juga dengan istilah konsiderans factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan dan filosofis dan sosiologis
Konsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.
Materi Per-UU-an (1)
Undang-undang (UU)
Peraturan lebih lanjut yang terdapat dalam UUD baik yang ditentukan langsung atau yang tidak ditentukan oleh UUD
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
Prinsipnya materi Perpu adalah sama dengan materi yang terdapat dalam UU. Bedanya adalah pada institusi pembentuk, tata cara pembentukan, waktu penetapan dan masa berlakunya.
Peraturan Pemerintah (PP)
Materinya adalah pengaturan lebih lanjut dari materi yang terdapat dalam UU.
Materi Per-UU-an (2)
Peraturan Presiden (Perpres)
Materi Perpres adalah materi yang oleh perundang-undangan ditetapkan melalui Perpres, yaitu ketentuan untuk menetapkan, mengatur, dan/atau menentukan sesuatu.
Peraturan Daerah (Perda)
Materi Perda adalah keseluruhan kewenangan yang telah ditentukan oleh UU Tentang Pemerintahan Daerah untuk diatur oleh Pemerintah Daerah.
Kekuatan Perundang-undangan
Kekuatan Hukum
Suatu per-uu-an mempunyai kekuatan hukum adalah pada saat Rancangan per-uu-an tersebut disahkan menjadi per-uu-an oleh Presiden
Kekuatan Mengikat
Per-uu-an mempunyai kekuatan mengikat adalah pada saat ditempatkan dalam LN atau LD (diundangkan) oleh Sekretaris Negara atau Sekretaris Daerah.
Kekuatan Berlaku
Per-uu-an mempunyai kekuatan berlaku adalah setelah ditempatkan dalam LN atau LD, kecuali ditentukan lain oleh per-uu-an itu sendiri.
Sifat Mengikat Pasal dan Penjelasan
Sifat Mengikat Pasal
Sifat mengikat pasal / batang tubuh adalah karena sifat normatifnya.
Sifat Mengikat Penjelasan
Sifat mengikat penjelasan (memorie vantoelichting) adalah karena sifat interpretative autentic.
Naskah Akademik (1)
Kajian mendasar secara ilmiah mengenai per-UU-an yang akan dibentuk. Indikator pembuatan:
Seidman:
ROCCIPI (1)
ROCCIPI (1)
Rule, suatu per-UU-an yg akan dibentuk harus memper-hatikan per-UU-an lain baik vertikal maupun horizontal. Konsisten; sinkron dan harmonis.
Opportunity, faktor lingkungan (eksternal) dari pihak2 yang akan dituju agar per-UU-an yang dibuat efektif pelaksanaannya, diterima dan tidak resistensi.
Capacity, faktor yg terkait dgn ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin menyebabkan mereka tidak mentaati aturan/per-UU-an yang dibuat.
Competency, faktor peran yg berwenang untuk mengko-munikasikan per-UU-an kpd pihak yg dituju/sasaran.
Naskah Akademik
ROCCIPI (2)
Interest, faktor yg berkaitan dgn pandangan ttg manfaat bagi pelaku, baik pembuat maupun sasaran per-UU-an
Process, Prosedur bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah menyetujui berlakunya sebuah peraturan atau tidak.
Ideology, faktor yang terkait dengan nilai2, sikap, selera bahkan mitos2 dan asumsi2 tentang dunia, agama, kepercayaan, politik, sosial, dan ekonomi.
How about Indonesian, there are have been doing to make regulation/act, attend to ROCCIPI (Seidman) theories?
Bagian Kedua
Teknik Pembentukan
Teknik Pembentukan
SISTEMATIKA
Penamaan (penjudulan)
“Kesingkatan atau gambaran dari keseluruhan isi per-uu-an”. Ditulis singkat, diberi nomor, dan tahun pembuatan.
Pembukaan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota
Konsiderans: Menimbang (grondslag) dan mengingat (rechtgrond)
Diktum (Menetapkan), klausula yang menimbulkan akibat hukum
Batang Tubuh:
Ketentuan Umum:
Pengertian-pengertian atau defenisi-defenisi
Istilah-istilah
Singkatan-singkatan
Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah KU, dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
Ketentuan Pidana; diletakkan setelah materi pokok per-uu-an, berisi ancaman hukuman t’hdp perbuatan yg melanggar ketentuan yang dirumuskan. Ket. Pidana hny dapat diatur di dlm UU dan Perda (Psl 14 UUPPP)
Ketentuan Peralihan, “ketentuan untuk menyesuaikan penerapan per-uu-an terhadap keadaan yang ada pada waktu pe-uu-an berlaku”, terdiri atas:
Tentang bagaimana peralihan keadaan yang ada atau sedang berlangsung ke dalam kekuasaan per-uu-an yang baru;
Penentuan masa peralihan atau waktu peralihan; dan
Tentang bagaimana ketentuan per-uu-an lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diatur dalam per-uu-an yang baru.
Ketentuan Penutup:
Penegasan terhadap tidak berlakunya UU yang lama ketika berlakunya UU yang baru;
Ketentuan tentang produk per-uu-an untuk pelaksanaan lebih lanjut UU yang bersangkutan;
Ketentuan mengenai penyingkatan nama dari per-uu-an;
Ketentuan mengenai saat berlakunya per-uu-an; dan
Ketentuan mengenai perintah pengundangan
Pengundangan
Pengundangan bertujuan untuk menyebarluaskan per-uu-an agar diketahui masyarakat umum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi “setiap orang dianggap mengetahui hukum”. Pengundangan dilakukan oleh Sekneg atau Sekda.
Penjelasan
Setiap per-uu-an umumnya disertai penjelasan (memorie van toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut.
Catatan :
Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an
Materi penjelasan tidak boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan
Redaksional
Penulisan judul perundang-undangan ditulis dengan huruf kapital (besar), Ex: UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Penulisan “Menimbang”, “Mengingat” dan “Menetapkan” ditulis sejajar dan diawali dengan huruf “M” besar
Apabila sandaran (grondslag) pada konsideran “Menimbang” lebih dari satu pokok pikiran, maka butir-butirnya ditulis dengan perincian huruf kecil (a,b,c,… dst)
Kata-kata “bahwa” disetiap awal kalimat pada konsiderans “Menimbang” ditulis dengan huruf “b” kecil
Apabila dasar hukum (rechtsgrond) pada konsideran “Mengingat” lebih dari satu dasar hukum, ditulis dengan perincian angka Arab (1, 2, 3, ….dst)
Kalimat yang menyatakan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat” atau dengan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” sebelum diktum “MEMUTUSKAN” ditulis ditengah dan sejajar.
Penulisan kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital
Penulisan “BAB” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Romawi serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Penulisan kata “Pasal”, huruf “P” diawal kata “Pasal” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Arab serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan materi pasal yang tidak mempunyai ayat, penulisan meteri pasal tersebut ditulis menjorok dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan angka yang menyatakan ayat dari suatu pasal ditulis dengan memakai tanda kurung ( ) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap yang menyatakan ayat dari suatu pasal harus memakai “angka” bukan “huruf”
Setiap ayat yang memerlukan perincian lebih lanjut diakhiri dengan tanda baca titik dua (:)
Perincian dari suatu ayat harus ditutup dengan tanda baca titik koma (;) kecuali perincian yang terakhir, ditutup dengan tanda baca titik (.)
Tahapan
Naskah Akademik
Pengajuan Rancangan
Inisiatif DPR (legislator utama/pokok):
Diajukan oleh minimal 10 (sepuluh) anggota kepada Komisi, Gabungan Komisi, atau Baleg secara tertulis.
Usulan RUU beserta keterangan pengusul disampaikan kepada pimpinan DPR disertai nama dan tandatangan pengusul serta nama fraksi juga secara tertulis
Pemerintah/Presiden (legislator-serta/medewetgever)
Pembahasan
Pembicaraan Tk. I
Pemandangan umum fraksi thd RUU yang berasal dari Pemerintah atau tanggapan Pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR
Jawaban Pemerintah atas pandangan fraksi, atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Baleg, pimpinan Panggar, atau pimpinan Pansus atas tanggapan pemerintah
Pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Pembicaraan Tk. II
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang didahului oleh:
Laporan hasil pembicaraan tingkat I;
Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya,dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksi.
Penyampaian sambutan Pemerintah
Persetujuan
Pengesahan
Pengundangan
“Diatur dalam undang-undang” # “diatur dengan undang-undang.
“Diatur dalam” bermakna dapat diatur dalam UU yang berkaitan dengan hal yang diatur.
“Diatur dengan” bermakna pengaturan harus dibuat dalam UU yang khusus mengatur hal tertentu.