Koori Nagawa Network. Powered by Blogger.

Koori Nagawa Network

N. Satria Abdi, S.H., M.H.




References
- Amiroedin Syarif, Perundang-undangan: Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Rineka Cipta, Jkt.
- A. Hamid Attamimie, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, UIP, Jkt.
………., Teori Perundang-undangan Indonesia, UIP, Jkt.
- Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.co., Jkt.
………, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM Unisba, Bdg.
- Budiman, N.P. Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII Press, Yk
- Purnadi Purbacaraka, Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bdg.
- Purnadi Purbacaraka, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bdg.
- Rasyidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Citra Bakti, Bdg.
- Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yk.
- M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Alumni, Bdg.
- Soehino, Hukum Tata Negara: Teknik perundang-undangan, Liberty, Yk.
- Joko Prakoso, Proses pembuatan Perda, Ghalia Indonesia, Jkt.
- Irawan Soejito, Teknik Membuat Undang-undang, Bina Aksara, Jkt.
…………., Teknik Membuat Perda, Karya Darma, Jkt.
Dll…
UUD 1945 Sebelum Perubahan
UUD 1945 Sesudah Perubahan
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan


Bagian Pertama
     Landasan Teoritik


Dasar Hukum
- Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah NEGARA HUKUM”
- Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kewenangan membentuk UNDANG-UNDANG”
- Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG”
- Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 “Presiden menetapkan PERATURAN PEMERINTAH untuk menjalankan UNDANG-UNDANG sebagaimana mestinya”
- Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 “Pemerintah daerah berhak menetapkan PERATURAN DAERAH dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”
- UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Negara Hukum (1)
     Sejarah


Plato, dalam karyanya yang berjudul Nomoi (the law), “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”, kelanjutan dari karyanya yang berjudul Politea (the republic) dan Politicos (stateman) 
Aristoteles, “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum”
          
            Hakikat (Essence)
            Hukum adalah “supreme”, maka dari itu:
Kewajiban bagi setiap orang, termasuk penyelenggara negara/ pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law).
Tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law) semuanya ada di bawah hukum (under the rule of law).
Tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power)


Negara Hukum (2)
     Pengertian


Wirjono Prodjodikoro, “suatu negara yang di dalam wilayahnya semua alat perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam setiap tindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku”.


Hartono Mardjono, “bilamana di negara tersebut seluruh warganegara maupun alat-alat perlengkapan dan aparat negaranya, tanpa kecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada hukum”. (equity dan non-discrimination)


Tujuan Negara Hukum


S. Tasrif: 
1) Kepastian hukum (tertib/order);
2) Kegunaan (kemanfaatan/utility); dan 
3) Keadilan (justice).


Ahmad Dimyati: 
1) Pencapaian keadilan, 
2) Kepastian hukum, dan 
3) Kegunaan (kemanfaatan).


Kesimpulan:
Pencapaian Keadilan, sesuai dengan asas Ius quia iustum (hukum adalah keadilan, dan Quid ius sine justitia (apalah arti hukum tanpa keadilan).


Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun negara, The law is a tool to “social control” and “social engineering”.


Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.


Bentuk-bentuk Negara Hukum
    


 Unsur-unsur Negara Hukum


Rechtsstaat
1) Pengakuan dan perlindungan HAM,      
2) Pembatasan kekuasaan, 
3) Pemerintahan berdasarkan aturan hukum, dan 
4) Peradilan administrasi


The Rule of Law
1) Supremacy of  law
2) Equality before the law, dan 
3) Individual right.


Socialist Legality
1) Manifestation of Socialism
2) The law as a tool of Socialism, dan 
3) Pushed on Social right than individual right.


Nomokrasi Islam
1) Kekuasaan adalah amanah,          
2) HAM, 
3) Keadilan, 
4) Persamaan, 
5) Musyawarah,         
6) Perdamaian, 
7) Peradilan bebas, 
8) Kesejahteraan, dan 
9) Ketaatan


Negara Hukum Pancasila


     F.M. Hadjon:
Keserasian hubungan antara rakyat dan pemerintah berdasarkan asas kerukunan,
Hubungan fungsional yang proporsional antar kekuasaan negara,
Penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir,
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.


    M. Tahir Azhary:
Adanya hubungan erat antara agama dan negara,
Bertumpu pada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kebebasan beragama dalam artian positif,
Atheisme tidak dibenarkan dan Komunisme tidak diperkenankan,
Berdasarkan asas kekeluargaan dan kerukunan.


Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
     Sejarah Perkembangan


IPP (gezetzgebungswissenschaft), berkembang terutama di Eropa Kontinental (Jerman), tahun 1970-an.
Istilah2 yg digunakan: di Belanda, 
1) watgevingsweten-schap
2) wetgevingsleer
3) wetgevingskunde, di Inggris dikenal dgn istilah Science of Legislation.


Tokoh-tokoh: 
1) Peter Noll (gezetgebungslehre);
2) Jurgen Rodig; 
3) Burkhardt Krems (gezetzgebungswissenschaft); 
4) Merner Maihofer; 
5) S.O. van Poelje (wetgevingsleer, wetgevingskunde); 
6) W.G. van der Velden.


Defenisi IPP


    Burkhardt Krems, “Ilmu pengetahuan interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi”. Ilmu ini terdiri atas: Teori Perundang-undangan (gezetsgebungs-theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (gezetsgebungs-lehre)


IPP adalah ilmu pengetahuan interdisipliner mengenai pembentukan hukum (tertulis) oleh negara.
Teori Perundang-undangan, “kajian yang berorientasi pada penjelasan dan penjernihan pemahaman (pengertian, norma, pembentuk, fungsi, dsb) yang bersifat kognitif”


Ilmu Perundang-undangan, “kajian per-uu-an yang berorientasi pada perbuatan melaksanakan pembuatan per-uu-an yang bersifat normatif”


Ilmu Perundang-undangan, terbagi menjadi: 
1) Proses per-UU-an (gezetsgebungsverfahren); Metode per-UU-an (gezetsgebungsmethode); Teknik per-UU-an (gezetsgebungstechnic)






Norma Hukum


     Aristoteles, Manusia makhluk sosial (zoon politicon)
P.J. Bouman, “Manusia baru menjadi manusia setelah hidup dengan sesama”
Norma/kaidah; norma (Latin), kaidah (Arab).
Norma/kaidah, “ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dlm hubungan dengan sesama atau dengan lingkungannya”
Norma (kaidah) hukum, “suatu patokan yang didasarkan kpd ukuran nilai2 baik atau buruk yang berorientasi kepada asas keadilan, dan bersifat: 1) suruhan (impare/gebod), yg harus dilakukan orang; dan 2) larangan (prohibire/verbod), yg tidak boleh dilakukan; 3) kebolehan ( permitted/mogen), sesuatu yang tidak dilarang dan disuruh.


Fungsi, Tujuan, dan Tugas Norma Hukum
     Fungsi dan Tujuan
            Fungsi, melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia.
            Tujuan, tercapainya ketertiban dalam masyarakat
Tugas
            Mengusahakan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat dan kepastian hukum agar tercapainya tujuan hukum.


Bentuk-bentuk Norma Hukum (1)
     Umum dan Individual
            
Norma ini dilihat dari sasaran atau subjek yang dituju. Individu, beberapa orang, atau sekelompok orang yang tertentu.
Abstrak dan Konkrit
            
Abstrak atau konkritnya suatu norma ditentukan oleh bentuk perbuatan yang diatur, mujarad (tak berwujud) atau nyata. 
Einmahlig dan Dauerhaftig
           
 Norma hukum ini dapat dilihat dari masa berlakunya. Einmahlig (berlaku sekali selesai) dan Dauerhaftig (berlaku terus menerus)


Bentuk-bentuk Norma Hukum (2)
     Tunggal dan Berpasangan
            
Norma hukum ini dilihat dari sifatnya apakah berdiri sendiri (tunggal) atau diikuti oleh norma hukum lain (berpasangan).
Isi norma hukum tunggal adalah suruhan (das sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku. Norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma hukum, yaitu norma hukum primer dan sekunder. Norma hukum sekunder merupakan penanggulangan apabila norma primer tidak terlaksana.


Beschiking dan Regering
             
Perundang-undangan
     Pengertian


            S.J. Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving, gezetsgebung) bermakna:
Dalam arti luas


            “Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”.
Dalam arti sempit


            “Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.


Jenis Perundang-undangan


     Ditentukan oleh UUD 1945
Undang-undang (UU)
Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Daerah (Perda)
Terdapat dalam Praktek Kenegaraan


Ditingkat Pusat
Keputusan Presiden (Keppres) / (Perpres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), Instruksi Menteri (Inmen), Per ka. LPND, dll.


Ditingkat Daerah          
Keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota)
Hirarkie Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Tap MPR No. III/MPR/2000
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang/Perpu
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden


Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti:
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
Dan lain-lainnya
Tap MPR No. III/MPR/2000
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang (UU)
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan Daerah (Perda)
UU No. 10 Tahun 2004
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah (Perda):
Peraturan Daerah Propinsi (Perda Prop)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)
Peraturan Desa (Perdes)


UU adalah peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Legislatif (DPR)






PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
            “Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam hal ihwal kegentingan memaksa, berkekuatan sama dengan UU”.
            Perundang-undangan jenis ini dikenal juga dengan istilah peraturan darurat (noodverordening). Dan harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya.
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
            “Perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah, yang berisi aturan-aturan umum untuk melaksanakan UU atau Perpu”.
PERATURAN PRESIDEN (PERPRES)
            “Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden dan bersifat khusus untuk melaksanakan UUD 1945, UU, Perpu, dan/atau PP”
PERATURAN DAERAH (PERDA)
            “Peraturan yang dibuat oleh pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) untuk melaksanakan otonomi daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”


Asas-asas Perundang-undangan (1)
     Asas tingkatan hirarkie (lex superiori derogat lex inferiori), Suatu per-UU-an isinya tidak  boleh bertentangan dengan isi per-UU-an yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.
Asas tidak dapat diganggu gugat, suatu per-UU-an tidak dapat diuji oleh siapapun kecuali oleh pembentuknya sendiri (legislative review, executive review) atau badan yang diberi kewenangan untuk menguji (judicial review).
Asas khusus mengesampingkan yang umum (lex specialist derogat lex generalist)


Asas-asas Perundang-undangan (2)
     Asas tidak berlaku surut (non-retroactive), asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied). UU pada prinsipnya dibuat untuk keperluan masa depan. Apabila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan akibat tidak baik. Namun di dalam penggunaan UU ada pengecualian, yaitu dalam hal-hal yang bersifat khusus. (Lihat 


Pasal 1 ayat (2) KUHP).
Asas yang baru mengesampingkan yang lama (lex posteriori derogat lex priori)
Asas Keterbukaan (Hearing), sejak diumumkan RUU sampai adanya persetujuan bersama
Asas Pembentukan


Kejelasan tujuan
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Dapat dilaksanakan
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Kejelasan rumusan, dan
Keterbukaan
Asas materi muatan
Pengayoman
Kemanusiaan
Kebangsaan
Kekeluargaan
Kenusantaraan
Keadilan
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Ketertiban dan kepastian hokum
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan


Berlakunya suatu asas adalah juga berlakunya suatu pengecualian. Tidak ada hukum yang berlaku mutlak, tetapi senantiasa ada pengecualian.
Geen recht zonder uitzondering
Syarat-syarat Undang-undang
Sebagai hasil filsafat
Hasil kesenian
Hasil ilmu pengetahuan
Bernilai ekonomis
Sebagai “Social control” dan “Social engineering


Landasan Pembentukan Per-UU-an


Landasan Filosofis (filosofische grondslag)
Rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) jika dikaji secara filosofis; dan
Sesuai dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)


Landasan Sosiologis (Sociologische grondslag)
Dikatakan mempunyai landasan sosiologis bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar UU efektif berlaku dimasyarakat.


Landasan Yuridis (Rechtsgrond )
mempunyai landasan hukum atau dasar hukum (legalitas) bila terdapat dasar hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Konsideran menimbang (grondslag) dikenal juga dengan istilah konsiderans factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan  dan filosofis dan sosiologis


Konsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.


Materi Per-UU-an (1)
Undang-undang (UU)
            Peraturan lebih lanjut yang terdapat dalam UUD baik yang ditentukan langsung atau yang tidak ditentukan oleh UUD
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
            Prinsipnya materi Perpu adalah sama dengan materi yang terdapat dalam UU. Bedanya adalah pada institusi pembentuk, tata cara pembentukan, waktu penetapan dan masa berlakunya.
Peraturan Pemerintah (PP)
            Materinya adalah pengaturan lebih lanjut dari materi yang terdapat dalam UU.
Materi Per-UU-an (2)
Peraturan Presiden (Perpres)
            Materi Perpres adalah materi yang oleh perundang-undangan  ditetapkan melalui Perpres, yaitu ketentuan untuk menetapkan, mengatur, dan/atau menentukan sesuatu.
Peraturan Daerah (Perda)
            Materi Perda adalah keseluruhan kewenangan yang telah ditentukan oleh UU Tentang Pemerintahan Daerah untuk diatur oleh Pemerintah Daerah.
Kekuatan Perundang-undangan
Kekuatan Hukum
            Suatu per-uu-an mempunyai kekuatan hukum adalah pada saat Rancangan per-uu-an tersebut disahkan menjadi per-uu-an oleh Presiden
Kekuatan Mengikat
            Per-uu-an mempunyai kekuatan mengikat adalah pada saat ditempatkan dalam LN atau LD (diundangkan) oleh Sekretaris Negara atau Sekretaris Daerah.
Kekuatan Berlaku
            Per-uu-an mempunyai kekuatan berlaku adalah setelah ditempatkan dalam LN atau LD, kecuali ditentukan lain oleh per-uu-an itu sendiri.
Sifat Mengikat Pasal dan Penjelasan
Sifat Mengikat Pasal
            Sifat mengikat pasal / batang tubuh adalah karena sifat normatifnya.
Sifat Mengikat Penjelasan
            Sifat mengikat penjelasan (memorie vantoelichting) adalah karena sifat interpretative autentic.          
Naskah Akademik (1)
            Kajian mendasar secara ilmiah mengenai per-UU-an yang akan dibentuk. Indikator pembuatan:
Seidman: 


ROCCIPI (1)
Rule, suatu per-UU-an yg akan dibentuk harus memper-hatikan per-UU-an lain baik vertikal maupun horizontal. Konsisten; sinkron dan harmonis.
Opportunity, faktor lingkungan (eksternal) dari pihak2 yang akan dituju agar per-UU-an yang dibuat efektif pelaksanaannya, diterima dan tidak resistensi.
Capacity, faktor yg terkait dgn ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin menyebabkan mereka tidak mentaati aturan/per-UU-an yang dibuat.
Competency, faktor peran yg berwenang untuk mengko-munikasikan per-UU-an kpd pihak yg dituju/sasaran.
Naskah Akademik


ROCCIPI (2)
Interest, faktor yg berkaitan dgn pandangan ttg manfaat bagi pelaku, baik pembuat maupun sasaran per-UU-an
Process, Prosedur bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah menyetujui berlakunya sebuah peraturan atau tidak.
Ideology, faktor yang terkait dengan nilai2, sikap, selera bahkan mitos2 dan asumsi2 tentang dunia, agama, kepercayaan, politik, sosial, dan ekonomi.
           
How about Indonesian, there are have been doing to make regulation/act, attend to ROCCIPI (Seidman) theories?
Bagian Kedua
Teknik Pembentukan


SISTEMATIKA
     Penamaan (penjudulan)
            “Kesingkatan atau gambaran dari keseluruhan isi per-uu-an”. Ditulis singkat, diberi nomor, dan tahun pembuatan.
Pembukaan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota
Konsiderans: Menimbang (grondslag) dan  mengingat (rechtgrond)
Diktum (Menetapkan), klausula yang menimbulkan akibat hukum       
Batang Tubuh:
Ketentuan Umum:
Pengertian-pengertian atau defenisi-defenisi
Istilah-istilah
Singkatan-singkatan


Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah KU, dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
Ketentuan Pidana; diletakkan setelah materi pokok per-uu-an, berisi ancaman hukuman t’hdp perbuatan yg melanggar ketentuan yang dirumuskan. Ket. Pidana hny dapat diatur di dlm UU dan Perda (Psl 14 UUPPP)
Ketentuan Peralihan, “ketentuan untuk menyesuaikan penerapan per-uu-an terhadap keadaan yang ada pada waktu pe-uu-an berlaku”, terdiri atas:
Tentang bagaimana peralihan keadaan yang ada atau sedang berlangsung ke dalam kekuasaan per-uu-an yang baru;
Penentuan masa peralihan atau waktu peralihan; dan
Tentang bagaimana ketentuan per-uu-an lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diatur dalam per-uu-an yang baru.


Ketentuan Penutup:
Penegasan terhadap tidak berlakunya UU yang lama  ketika berlakunya UU yang baru;
Ketentuan tentang produk per-uu-an untuk pelaksanaan lebih lanjut UU yang bersangkutan;
Ketentuan mengenai penyingkatan nama dari per-uu-an;
Ketentuan mengenai saat berlakunya per-uu-an; dan     
Ketentuan mengenai perintah pengundangan
Pengundangan
            Pengundangan bertujuan untuk menyebarluaskan per-uu-an agar diketahui masyarakat umum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi “setiap orang dianggap mengetahui hukum”. Pengundangan dilakukan oleh Sekneg atau Sekda.
Penjelasan
            Setiap per-uu-an umumnya disertai penjelasan (memorie van toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut.


Catatan :
Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an
Materi penjelasan tidak  boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan


Redaksional
     Penulisan judul perundang-undangan ditulis dengan huruf kapital (besar), Ex: UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Penulisan “Menimbang”, “Mengingat” dan “Menetapkan” ditulis sejajar dan diawali dengan huruf  “M” besar
Apabila sandaran (grondslag) pada konsideran “Menimbang” lebih dari satu pokok pikiran, maka butir-butirnya ditulis dengan perincian huruf kecil (a,b,c,… dst)
Kata-kata “bahwa” disetiap awal kalimat pada konsiderans “Menimbang” ditulis dengan huruf  “b” kecil
Apabila dasar hukum (rechtsgrond) pada konsideran “Mengingat” lebih dari satu dasar hukum, ditulis dengan perincian angka Arab (1, 2, 3, ….dst)
Kalimat yang menyatakan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat” atau dengan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” sebelum diktum “MEMUTUSKAN” ditulis ditengah dan sejajar.
Penulisan  kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital
Penulisan “BAB” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Romawi serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Penulisan kata “Pasal”, huruf “P” diawal kata “Pasal” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Arab serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan materi pasal yang tidak mempunyai ayat, penulisan meteri pasal tersebut ditulis menjorok dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan angka yang menyatakan ayat dari suatu pasal ditulis dengan memakai tanda kurung ( ) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap yang menyatakan ayat dari suatu pasal harus memakai “angka” bukan “huruf”
Setiap ayat yang memerlukan perincian lebih lanjut diakhiri dengan tanda baca titik dua (:)
Perincian dari suatu ayat harus ditutup dengan tanda baca titik koma (;) kecuali perincian yang terakhir, ditutup dengan tanda baca titik (.)


Tahapan
     Naskah Akademik


Pengajuan Rancangan
Inisiatif DPR (legislator utama/pokok):
Diajukan oleh minimal 10 (sepuluh) anggota kepada Komisi, Gabungan Komisi, atau Baleg secara tertulis.
Usulan RUU beserta keterangan pengusul disampaikan kepada pimpinan DPR disertai nama dan tandatangan pengusul serta nama fraksi juga secara tertulis
Pemerintah/Presiden (legislator-serta/medewetgever)
Pembahasan
Pembicaraan Tk. I
Pemandangan umum fraksi thd RUU yang berasal dari Pemerintah atau tanggapan Pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR
Jawaban Pemerintah atas pandangan fraksi, atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Baleg, pimpinan Panggar, atau pimpinan Pansus atas tanggapan pemerintah
Pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Pembicaraan Tk. II
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang didahului oleh:
Laporan hasil pembicaraan tingkat I;
Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya,dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksi.
Penyampaian sambutan Pemerintah
Persetujuan
Pengesahan
Pengundangan
“Diatur dalam undang-undang” # “diatur dengan undang-undang.
“Diatur dalam” bermakna dapat diatur dalam UU yang berkaitan dengan hal yang diatur.
“Diatur dengan” bermakna pengaturan harus dibuat dalam UU yang khusus mengatur hal tertentu.


Pengaruh Filfafat Positivisme
a. Empirisisme
b. Objektivisme
è c. Bebas nilai


Beberapa kepercayaan dasar dalam mainstream


Regularitas fenomena  Ã¨ada pola tertentu dari perilaku politik manusia


Verifikasi  Ã¨pengetahuan harus terdiri dari proposisi yang sudah mengalami pengujian yang empiris, semua fakta harus berdasar fenomena yang bisa diamati: apa yang telah diucapkan dan apa yang telah diperbuat; perilaku individu dan kelompok politik.


Metode yang matematis  Ã¨data diolah dan dikuantifikasi secara matematis. Dengan cara ini peneliti bisa mengesampingkan kepentingan dan nilai yang mereka miliki untuk merencanakan, melaksanakan, dan menganalisis penelitian.


Bebas nilai  Ã¨penelitian ilmu politik harus objektif. Tujuan ilmu politik bukan untuk wujudkan kehidupan yang lebih baik, tapi hanya menjelaskan, memahami dan menggambarkan fenomena politik secara realistis. Tidak bicara soal benar-salah.


Ilmu politik dianggap sebagai ilmu murni, bukan terapan.


Sistematisasi  Ã¨Penelitian dalam ilmu politik harus dipandu oleh teori, dan berorientasi pada teori.


Interdisipliner


Beberapa Kelemahan


Ilmu politik tidak dapat, dan tidak akan dapat menjadi sains dalam artian yang sebenarnya. Terlampau banyak variables yang harus dikontrol ketika orang harus menjelaskan gejala politik.


Perilaku orang seringkali tak bisa ditebak dan tak terpola. Perilaku manusia yang tampak hanya memperlihatkan sebagian dari gejala.


Kuantifikasi itu tidak akan mencapai hasil yang sesungguhnya. Sejumlah gejala sosial dan politik tidaklah dapat dikuantifikasi.


Di dalam banyak hal sejumlah persoalan politik melibatkan masalah moral dan etika.


Interdisipliner penting, tapi jadi diri dan kekhasan ilmu politik tetap harus ada

Kemunculan Behavioralisme

Kekecewaan terhadap studi politik yang sangat normatif (fokus pada what should be bukan what is):
Bagaimana seharusnya sebuah negara dan kelembagaannya diwujudkan?
Bagaimana negara difungsikan?
Cara berpikir tersebut tidak membuat ilmu politik sebagai sebuah ilmu sebenarnya, karena lebih banyak bersifat spekulatif, è tidak mampu melakukan prediksi dan eksplanasi.
Intinya: pendekatan lama tidak ilmiah.

Pengaruh Filfafat Positivisme
Empirisisme (berbasis pada fakta)
Objektivisme (menjarakkan diri dari realita)
è Bebas nilai

Beberapa Kredo Dasar Dalam Behavioralisme

Regularitas fenomenaè ada pola tertentu dari perilaku politik manusia

Verifikasiè pengetahuan harus terdiri dari proposisi yang sudah mengalami pengujian yang empiris, semua fakta harus berdasar fenomena yang bisa diamati: apa yang telah diucapkan dan apa yang telah diperbuat; perilaku individu dan kelompok politik.

Metode yang matematisè data diolah dan dikuantifikasi secara matematis. Dengan cara ini peneliti bisa mengesampingkan kepentingan dan nilai yang mereka miliki untuk merencanakan, melaksanakan, dan menganalisis penelitian.

Bebas nilaiè penelitian ilmu politik harus objektif.  Tujuan ilmu politik bukan untuk wujudkan kehidupan yang lebih baik, tapi hanya menjelaskan, memahami dan menggambarkan fenomena politik secara realistis. Tidak bicara soal benar-salah.

    Ilmu politik dianggap sebagai ilmu murni, bukan terapan.
Sistematisasiè Penelitian dalam ilmu politik harus dipandu oleh teori, dan berorientasi pada teori.
Interdisipliner

Behavioral Revolution

The New Science of Politics (mazhab Chicago, Charles Merriam cs) lihat perkembangan behavioralism sebagai revolusi di dalam ilmu politik sehingga disebut pula sebagaiè mampu menolak dan menjungkir balikkan semua metode dan prosedur kerja yang lama diyakini ilmuwan politik di masa itu.
Revolusi behavioral tandakan ilmu politik sudah mampu menjadi ilmu yang normal(Normal Science) seperti ilmu-ilmu lain.

Beberapa Kelemahan

Ilmu politik tidak dapat, dan tidak akan dapat menjadi sains dalam artian yang sebenarnya. Terlampau banyak variables yang harus dikontrol ketika orang harus menjelaskan gejala politik.

Perilaku orang seringkali tak bisa ditebak dan tak terpola. Perilaku manusia yang tampak hanya memperlihatkan sebagian dari gejala.

Kuantifikasi itu tidak akan mencapai hasil yang sesungguhnya. Sejumlah gejala sosial dan politik tidaklah dapat dikuantifikasi.

Di dalam banyak hal sejumlah persoalan politik melibatkan masalah moral dan etika.
Interdisipliner penting, tapi jadi diri dan kekhasan ilmu politik tetap harus ada




          








           Target dan realisasi penjualan kecap Panda CV. Walet di Pringsewu.  Tahun 1999 – 2003

Tahun
Target
Penjualan
Penjualan
Realisasi
%
Perubahan %
1999
2000
2001
2002
2003
29,065500
29,862500
30,275000
31,206250
31,537500
28,893750
29,223750
30,275000
30,426250
31,202500
99,42
97,86
98,75
97,50
98,94
- 1,56
      0,89
- 1,25
      1,44
Rata-rata
98,49
- 0,48
Sumber : CV. Walet tahun 2004

Biaya saluran distribusi pada CV. Walet di Pringsewu pada tahun 1999 – 2003.  ( dalam jutaan rupiah )

Tahun
Biaya Saluran Distribusi
Perubahan
Jumlah
%
1999
2000
2001
2002
2003
1,278894
1,285695
1,356573
1,362845
1,389958
0,006801
0,006801
0,070878
0,027113
0,53
5,50
0,46
1,99
Rata-rata
0,09072
2,12
Sumber : CV. Walet tahun 2004

        b. Analisis Kwantitatif
Alat ini digunakan untuk mengetahui pengaruh biaya saluran distribusi  terhadap peningkatan nilai penjualan dengan menggunakan analisis :
1.       Regresi Linier Sederhana

Y  =  a  +  bx

2.      Koefisien Penentu

                            KP   =   r2   x   100 %


3.       Korelasi Product Moment
r   =   Hubungan Variabel
X   =   Biaya Saluran Distribusi
Y   =   Nilai Penjualan
n   =   Jumlah Sampel
( J. Supranto, 1991 : 187 )
Dan untuk mengukur kuat tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan kriterianya sebagai berikut :
- 1  <  r   <   1
0,0     -     0,2       kecil sekali
0,21   -     0,4       lemah
0,41   -     0,7       sedang
0,71   -     0,9       kuat
0,91   -       1       kuat sekali
(Muhammad Ali, 1996 : 132)
Dan untuk mengukur besarnya sumbangan atau pengaruh dari pada  X  terhadap besar kecilnya  Y, dapat di pergunakan koefisien penentu (KP) :

            KP =  r2   x   100%

Dimana :
KP    =   Koefisien Penentu
   r   =   Koefisien Korelasi    
( J. Supranto, 1997 : hlm 87 )
    1. Analisis Regresi Linier Sederhana
       Untuk menyelesaikan persamaan tersebut di atas digunakan tabel berikut :
        Pengolahan data tentang saluran distribusi dan nilai penjualan kecap cap  Panda pada CV. Walet di Pringsewu 1999–2003.

Th.
X
Y
X2
Y2
XY
1999
2000
2001
2002
2003
1,278894
1,285695
1,356573
1,362845
1,389958
28,893750
29,223750
30,275000
30,426250
31,202500
1,6355698
1,6530011
1,8402903
1,8273464
1,9319832
834,848789
854,027564
916,575625
925,756689
973,596006
36,9520435
37,6728292
41,0702475
41,4662626
43,3701029

6,673956
150,02125
8,9182015
4504,80467
200,431485
Sumber : Data diolah

Dari perhitungan di atas diperoleh :
X        =     Biaya saluran distribusi
Y        =     Nilai penjualan kecap
SX      =     6,673956
SY      =     160,02125
SX2     =     8,91820215
SY2     =     4504,80467
SXY     =     200,431485
Selanjutnya data yang telah diperoleh dari tabel 6 tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus persamaan regresi linier sederhana yaitu :  Y =  a  +  hx
besarnya nilai koefisien regresi (b) adalah :
               n    . S XY      -      S X    .   S Y  
b  =  _________________________________
               n    .   SX2             -                 (SX) 2              
dimana :
        n     =     Jumlah data ( 5 tahun )
  S XY     =     Jumlah total XY
     SX     =     Jumlah total biaya saluran distribusi
     SY     =     Jumlah total penjualan kecap
    SX2     =     Jumlah total X2
    SY2        =          Jumlah total Y2
               5   x   200,431485     -      6,673956 x   150,02125
b  = ____________________________________________
               5   x   8,91820153     -           (  6,673956  ) 2

              
                   1002,157426       -  1001,235222
b  =  _________________________________
               44,59100768    -      44,54168869

                0,922204
b  =  ______________
               0,04931899
b  =   18,69  

Sedangkan nilai konstanta ( a ) adalah :
               Y        -      b       .            X
a  =  ___________________________
                         n



               150,021125   -    18,68   x   6,673956
a  =  ___________________________________
                                     5


               25,2850124
b  =  ______________
                    5
b  =   5,257  
Setelah di dapat nilai  a  =  5,057    dan     b  =  18,69
Maka di dapat persamaan      Y    =       a        +      bx
                                          Y    =    5,057    +   18,69x
Dari persamaan tersebut di atas dapat di jelaskan bahwa ( b ) adalah koefisien regresi yang nilainya sebesar  18,69  hal ini berarti bahwa setiap kenaikan biaya saluran distribusi sebesar seribu rupiah akan diimbangi dengan penambahan nilai penjualan kecap sebanyak 18,690 botol kecap.
2. Analisis korelasi Produk Moment
r    = 0,9884919983                           r    = 0,98
Dari hasil perhitungan analisis koefisien korelasi antara biaya saluran distribusi dengan nilai penjualan menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (r) = 0,98 dan setelah diinterprestasikan pada kriteria standar tingkat keeratan hubungan menunjukkan bahwa biaya saluran distribusi dengan nilai penjualan mempunyai hubungan yang positif dan erat.
3. Koefisien Penentu
Untuk mengetahui sejauh mana besarnya prosentase pengatuh biaya saluran distribusi  yang dilaksanakan terhadap naik turunnya nilai penjualan, maka dihitung dengan menggunakan koefisien penentu yaitu :
KP      =          r2        x   100 %
          =     ( 0,98 ) 2  x   100 %
          =     96,04 %
Dengan didapat koefisien sebesar 96,04 % maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa hasil penjualan kecap tersebut di pengaruhi oleh biaya saluran distribusi sebesar 96,04 % sedangkan selebihnya sebesar  3,96 % di pengaruhi oleh faktor lain diluar biaya saluran distribusi .