Koori Nagawa Network. Powered by Blogger.

Koori Nagawa Network


 Teori Pertumbuhan Ekonomi


Pada abad-19 banyak ahli ekonomi yang menganalisis dan membahas, serta mengemukakan teori-teori tentang tingkat-tingkat pertumbuhan ekonomi. Antara lain Retrich List, Brunohilder Brand, Karl Bucher dan Walt Whitman Rostow.

Retrich List adalah penganut paham laisser-vaire dan berpendapat bahwa sistim ini dapat menjamin alokasi sumber-sumber secara optimal tetapi proteksi terhadap industri-industri tetap diperlukan.

Brunohilder Brand adalah pengkritik Retrich List, mereka mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsinya, tetapi lebih ditekankan pada metode distribusi yang digunakan.
Brunohilder Brand mengemukakan 3 (tiga) sistim distribusi yaitu :
1. Natural atau perekonomian barter
2. Perekonomian uang
3. Perekonomian kredit

Sedangkan Karl Bucher mempunyai pendapat yang serupa walaupun tidak sama. Karl Bucher mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah melalui 3 (tiga) tingkatan yaitu :
1. Produksi untuk kebutuhan sendiri
2. Perekonomian kota, dimana pertukaran sudah meluas
3. Perekonomian nasional, dimana peranan perdagangan tampak makin penting jadi barang-barang itu diproduksi untuk pasar. Ini merupakan gambaran revolusi di Jerman.

Walt Whitman Rostow dalam bukunya : De Stages of Economic Growth mengemukakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam 5 tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu tahap dari 5 tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. 
Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow adalah :
1. Tahap masyarakat tradisional
2. Tahap prasyarat lepas landas
3. Tahap lepas landas
4. Gerakan kearah kedewasaan
5. Masa konsumsi tinggi

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai masa sekarang (masa reformasi) Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari orde lama dan orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun akhirnya mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang lebih baik.

1. Masa Orde Lama (1945-1966)
Pada masa ini perekonomian berkembang kurang menggembirakan, sebagai dampak ketidakstabilan politik dan seringnya pergantian kabinet.

2. Masa Orde Baru (1966-1997)
Menghadapi perekonomian yang sedemikian rupa, pemerintah peralihan menetapkan beberapa langkah prioritas kebijakan ekonomi sebagai berikut :
a. Memerangi inflasi
b. Mencukupkan stok cadangan bahan pangan terutama beras
c. Merehabilitasi prasarana perekonomian
d. Meningkatkan ekspor
e. Menyediakan/menciptakan lapangan kerja
f. Mengundang kembali investor asing

3. Masa Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa reformasi ini perekonomian indonesia ditandai dengan krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%.
Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonom Indonesia, secara umum adalah :
1. Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan negara

PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA

Perubahan Struktur Ekonomi

Chenery mengatakan bahwa perubahan struktur ekonomi disebut sebagai transformasi struktur yang diartikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu sama lain dalam komposisi agregat demand (AD), ekspor-impor (X-M). Agregat supplay (AS) yang merupakan produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berlanjut (Tambunan, 2003).
Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni dari Arthur Lewis tentang teori migrasi dan hoilis chenery tentang teori transportasi struktural. Teori Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan.

Dalamnya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Karena perekonomiannya masih bersifat tradisional dan sub sistem, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka terjadi kelebihan supplay tenaga kerja.

Struktur Perekonomian Indonesia

Berdasarkan tinjauan makro-sektoral perekonomian suatu negara dapat berstruktur agraris (agricultural), industri (industrial), niaga (commercial) hal ini tergantung pada sektor apa/mana yang dapat menjadi tulang punggung perekonomian negara yang bersangkuatan.

Pergeseran struktur ekonomi secara makro-sektoral senada dengan pergeserannya secara keuangan (spasial). Ditinjau dari sudut pandang keuangan (spasial), struktur perekonomian telah bergeser dari struktur pedesaan menjadi struktur perkotaan modern.

Struktur perekonomian indoensia sejak awal orde baru hingga pertengahan dasawarsa 1980-an berstruktur etatis dimana pemerintah atau negara dengan BUMN dan BUMD sebagai perpanjangan tangannya merupakan pelaku utama perekonomian Indonesia. Baru mulai pertengahan dasawarsa 1990-an peran pemerintah dalam perekonomian berangsur-angsur dikurangi, yaitu sesudah secara eksplisit dituangkan melalui GBHN 1988/1989 mengundang kalangan swasta untuk berperan lebih besar dalam perekonomian nasional.

Struktur ekonomi dapat pula dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusan. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama adalah sentralistis. 

Dalam struktur ekonomi yang sentralistik, pembuatan keputusan (decision-making) lebih banyak ditetapkan pemerintah pusat atau kalangan atas pemerintah (bottom-up).


Sistem adalah Satu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur yang saling terkait
Suatu cara yang mekanismenya berpola, konsisten dan otomatis

Politik berasal dari polis (negara kota: bhs Yunani)
Artinya kegiatan dalam rangka mengurus kepentingan masyarakat
Indonesia adalah nama untuk suatu bangsa dan negara yang memiliki wilayah, penduduk, pemerintah dan aturan.

Sistem Politik berarti mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam strutkus politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan satu proses yang langgeng.

Sistem Politik Indonesia berarti :
Sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia (masa lampau)
sistem politik yang sedang berlaku di Indonesia (masa sekarang)
Sistem politik yang berlaku selama eksistensi Indonesia masih ada (masa yang akan datang)

Fenomena dalam politik
a. Sistem Politik Negara
b. Peran politik Jabatan
c. Struktur politik Institusi
d. Budaya politik Pendapat umum
e. Sosialisasi politik Pendidikan kewarganegaraan.

Sistem politik terdiri dari tradisional, transisi dan modern
Sistem politik itu sangat luas namun bila diringkaskan bisa dilihat dari dua sudut pandang yatu kultur (budaya) atau struktur (lembaga).

BUDAYA POLITIK

Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik.
Budaya politik berbeda dengan peradaban politik yang lebih dititiktekankan pada teknologi.
Budaya politik dilihat dari perilaku politik masyarakat antara mendukung atau antipati juga perilaku yang dipengaruhi oleh orientasi umum atau opini publik.

Tipe budaya politik
1. Budaya parokial yaitu budaya politik yang terbatas pada wilayah tertentu bahkan masyarakat belum memiliki kesadaran berpolitik, sekalipun ada menyerahkannya kepada pemimpin lokal seperti suku.

2. Budaya Kaula artinya masyarakat sudah memiliki kesadaran terhadap sistem politik namun tidak berdaya dan tidak mampu berpartisipasi sehingga hanya melihat outputnya saja tanpa bisa memberikan input.

3. Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik.

4. budaya politik campuran, maksudnya disetiap bangsa budaya politik itu tidak terpaku kepada satu budaya, sekalipun sekarang banyak negara sudah maju, namun ternyata tidak semuanya berbudaya partisipan, masih ada yang kaula dan parokial. Inilah yang kemudian disebut sebagai budaya politik campuran.

Ketika melihat budaya politik di Indonesia kita bisa melihat dari aspek berikut:
a. Konfigurasi subkultur. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang beragam, namun semuanya sudah melebur menjadi satu bangsa sehingga tidak muncul kekhawatiran terjadi konflik. Berbeda dengan india yang subkulturnya sangat beragam bahkan terjadi sekat antar kasta.

b. Bersifat Parokial kaula. Karena masyarakat Indonesia mayoritas masih berpendidikan rendah maka budaya politiknya masih bersifat parokial kaula.

c. Ikatan primordial, sentimen kedaerahan masih muncul apalagi ketika Otonomi Daerah diberlakukan.

d. Paternalisme, artinya masih muncul budaya asal bapak senang (ABS)

e. Dilema interaksi modernisme dengan tradisi. Indonesia masih kuat dengan tradisi namun modernisme mulai muncul dan menggeser tradisi tersebut sehingga memunculkan sikap dilematis.

STRUKTUR POLITIK

Politik adalah Alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Kekuasaan berarti kapasitas dalam menggunakan wewenang, hak dan kekuatan fisik.
Ketika berbicara struktur politik maka yang akan diperbincangkan adalah tentang mesin politik sebagai lembaga yang dipakai untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan jenisnya mesin politik terbagi dua yaitu :
1. Mesin politik Informal
- Pengelompokan atas persamaan sosial ekonomi
• Golongan petani merupakan kelompok mayoritas (silent majority)
• Golongan buruh
• Golongan Intelegensia merupakan kelompok vocal majority
- Persamaan jenis tujuan seperti golongan agama, militer, usahawan, atau seniman
- Kenyataan kehidupan politik rakyat seperti partai politik, tokoh politik, golongan kepentingan dan golongan penekan.

2. Mesin politik formal
Mesin politik formal berupa lembaga yang resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung dalam trias politika :
- Legislatif
- Eksekutif
- Yudikatif

Fungsi Politik
Pendidikan politik
Mempertemukan kepentingan atau mengakomodasi dan beradaptasi
Agregasi kepentingan yaitu menyalurkan pendapat masyarakat kepada penguasa, disini penyalurnya berarti pihak ketiga

Seleksi kepemimpinan
komunikasi politik yaitu masyarakt mengemukakan langsung pendapatnya kepada penguasa demikian pula sebaliknya.

Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya didalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.

Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi
input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).

Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.

2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.

4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.

5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.

6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants)dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.

Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan
pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukan secara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.

b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik

PROSES POLITIK DI INDONESIA

Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa
berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
• Penyaluran tuntutan
• Pemeliharaan nilai
• Kapabilitas
• Integrasi vertikal
• Integrasi horizontal
• Gaya politik
• Kepemimpinan
• Partisipasi massa
• Keterlibatan militer
• Aparat negara
• Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
• Kapabilitas – SDA melimpah
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
• Gaya politik - kerajaan
• Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
• Partisipasi massa – sangat rendah
• Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
• Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
• Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang

2. Masa kolonial (penjajahan)
• Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
• Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
• Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
• Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
• Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
• Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
• Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
• Keterlibatan militer – sangat besar
• Aparat negara – loyal kepada penjajah
• Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah

3. Masa Demokrasi Liberal
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
• Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
• Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
• Gaya politik - ideologis
• Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
• Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
• Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
• Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
• Stabilitas - instabilitas

4. Masa Demokrasi terpimpin
• Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
• Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
• Gaya politik – ideolog, nasakom
• Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
• Partisipasi massa - dibatasi
• Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
• Aparat negara – loyal kepada negara
• Stabilitas - stabil

5. Masa Demokrasi Pancasila
• Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
• Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
• Kapabilitas – sistem terbuka
• Integrasi vertikal – atas bawah
• Integrasi horizontal - nampak
• Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
• Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
• Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
• Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
• Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
• Stabilitas stabil

6. Masa Reformasi
• Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
• Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
• Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
• Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
• Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
• Gaya politik - pragmatik
• Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
• Partisipasi massa - tinggi
• Keterlibatan militer - dibatasi
• Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
• Stabilitas - instabil
Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Indonesia


Seperti yang kita ketahui bahwa yang menentukan bentuk suatu system ekonomi kecuali dasar falsafah negara yang dijunjung tinggi, maka yang dijadikan kriteria adalah lembaga-lembaga, khususnya lembaga ekonomi yang menjadi perwujudan atau realisasi falsafah tersebut.

Pergulatan pemikiran tentang sistem ekonomi apa yang sebaiknya diditerapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang sistem ekonomi pancasila SEP. Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan pemikiran tentang ESP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945.

1. Pasal Ekonomi Dalam UUD 1945
Pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah barang dan jasa yang vital bagi kehidupan manusia, dan tersedia dalam jumlah yang terbatas. Tinjauan terhadap vital tidaknya suatu barang tertentu terus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup dan peningkatan permintaan.

Dengan demikian penafsiran pasal-pasal di ataslah yang banyak mendominasi pemikiran SEP. Pemikiran tentang ESP, sudah banyak, namun ada beberapa yang perlu dibahas secara rinci karena mereka merupakan faunding father dan juga tokoh-tokoh ekonomi yang ikut mewarnai sistem ekonomi kita, diantaranya :
a. Pemikiran Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga di kenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. Bung Hatta menyusun pasal 33 di dasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berasaskan kekeluargaan.

b. Pemikiran Wipolo
Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955. Menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti SEP sangat menolak sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sektor swasta yang merupakan penggerak utama system ekonomi liberal-kapitalistik.

c. Pemikiran Wijoyo Nitisastro
Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini merupakan tanggapan terhadap pemikiranWilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal 33 UUD 1945 sangat ditafsirkan sebagai penolakan terhadap sektor swasta.

d. Pemikiran Mubyarto
Menurut Mubyarto, SEP adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja.

e. Pemikiran Emil Salim
Konsep Emil Salim tentang SEP sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi pasar dengan perencanaan. Menurut Emil Salim, di dalam sistem tersebutlah tercapai keseimbangan antara sistem komando dengan sistem pasar. “lazimnya suatu system ekonomi bergantung erat dengan paham-ideologi yang dianut suatu Negara.

Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced
International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan
bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha swasta.
A. Pengertian Sistem


Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah suatu kesatuan yang terpadu secara holistik, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan masing-masing bagian memiliki ciri dan batas tersendiri. Suatu sistem pada dasarnya adalah “organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu sistem sosial atau sistem kemasyarakatan dapat berupa makhluk-makhluk hidup dan benda alam,untuk suatu sistem kehidupan atau kumpulan fakta, dan untuk sistem informasi atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.

Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan subjek (objek) tersebut agar serasi.

Kaidah atau norma yang dimaksud bisa berupa aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, untuk suatu sistem yang menjalin hubungan antar manusia. Contohnya aturan-aturan dalam suatu system kekerabatan. Secara toritis pengertian sistem ekonomi dapat dikatakan sebagai keseluruhan lembaga-lembaga ekonomi yang dilaksanakan atau dipergunakan oleh suatu bangsa atau negara dalam mencapai cita-cita yang telah ditetapkan.

Pengertian lembaga atau institusi ekonomi adalah suatu pedoman atau, atauran atau kaidah yang digunakan seseorang atau masyarakat dalam melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang berkaitan dengn usaha (bisnis), dengan pasar, transaksi jual-beli, dan pembayaran dengan uang. Pengertian ekonomi secara lembaga yaitu produk-produk hukum tertulis, seperti Tap MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, ARD/ART suatu organisasi dan lain-lain.

B.Sistem Ekonomi

Persoalan-persoalan ekonomi pada hakekatnya adalah masalah transformasi atau pengolahan alat-alat/sumber pemenuh/pemuas kebutuhan, yang berupa faktor-faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam dan keterampilan (skill) menjadi barang dan jasa.

Sistem ekonomi merupakan cabang ilmu ekonomi yang membahas persoalan pengambilan keputusan dalam tata susunan organisasi ekonomi untuk menjawab persoalan-persoalan ekonomi untuk mewujudkan tujuan nasional suatu negara. Menurut Dumairy (1966), Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan, selanjutnya dikatakannya pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak. Sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu supra sistem kehidupan masyarakat. Sistemekonomi merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan masyarakat di suatu negara. Pada negara-negara yang berideologi politik leiberalisme dengan rezim
pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar. Di negara-negara ini penyelenggara kenegaraannya cendrung bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis. Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas sehingga dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di Negara lain.
Berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti :
1. Sistem pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi
2. Keluwesan masyarakat untuk saling berkompentisi satu sama lain dan untuk
menerima imbalan atas prestasi kerjanya
3. Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan
kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.

C.Macam-Macam Sistem Ekonomi

1. Sistem Ekonomi Liberal-Kapetalis

Sistem ekonomi leiberal-kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual atau sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor produksi. Secara garis besar, ciri-ciri ekonomi liberal kapitalis adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengakuan yang luas terhadap hak pribadi
b. Praktek perekonomian di atur menurut mekanisme pasar
c. Praktek perekonomian digerakan oleh motif keuntungan (profile
motife)

2. Sistem Ekonomi Sosialis-Komunistik
Dalam sistem ekonomi sosialis-komunistis adalah kebalikannya, dimana sumber daya ekonomi atau faktor produksi dikuasai sebagai milik negara. Suatu negara yang menganut sistem ekonomi sosialis-komunis, menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian.

Dalam sistem ini yang menonjol adalah kebersamaan, dimana semua alat produksi adalah milik bersama (negara) dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

3. Sistem Ekonomi Campuran (mixed ekonomi)
Di samping kedua ekstrim sistem ekonomi tersebut, terdapat sebuah system yang lain yang merupakan “atas campuran : antara keduanya, dengan berbagai fariasi kadar donasinya, dengan berbagai fariasi nama dan oleh istilahnya. Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau negara-negara dunia ke tiga.

Beberapa negara di antaranya cukup konsisten dalam meramu system ekonomi campuran, dalam arti kadar kapitalisnya selalu lebih tinggi (contoh Filipina) atau bobot sosialismenya lebih besar (contoh India). Namun banyak pula yang goyah dalam meramu campuran kedua sistem ini, kadang-kadang condong
kapitalistik.

Pada dasarnya sistem ekonomi campuran atau sistem ekonomi kerakyatan dengan persaingan terkendali, agaknya merupakan sistem ekonomi yang paling cocok untuk mengelola perekonomian di Indonesia, namun demikian akhir-akhir ini sistem ekonomi Indonesia semakin condong ke ekonomi liberal dan kapitalis hal ini ditandai dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia dan banyaknya BUMN dan BUMD yang telah diprivatisasi. Kecenderungan tersebut dipacu derasnya arus globalisasi dan bubarnya sejumlah negara komunis di EropaTimur yang bersistem ekonomi sosialisme-komunistik.

Kaitan demokrasi dengan Negara Hukum

Negara Hukum Demokratis.
Negara hukum bertumpu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui system demokrasi. Hubungan antara Negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.

Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas Negara hukum. Dengan demikian Negara hukum yang bertopeng pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai Negara hukum demokratis. 

Sebagaimana disebutkan di atas dalam sistem demokrasi penyelenggaraan Negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan kepentingan rakyat Implementasi Negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. 



Hubungan antara Negara hukum dan demokrasi dapat dipisahkan. 

Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan akan kehilangan makna. 



Negara hukum dan demokrasi tentu akan berhubungan satu sama lainnya. Keduanya berjalan secara beriringan dan saling mengisi. 


Negara hukum bertumpu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Negara seperti itu dimaksud negara hukum demokratis. 

Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum. Dalam sistem demokrasi penyelenggaraan negara harus bertumpu pada partisipasi rakyat dan kepentingan rakyat itu sendiri. 



Dalam pelaksanaan, sistem demokrasi sangat menopang keberadaan negara hukum. Perjalanan negara hukum haruslah dapat beriringan dengan sistem demokrasi. Hukum yang ditegakkan pada suatu negara harus dapat melibatkan semua pihak yaitu menampung aspirasi atau suara rakyat agar hukum yang diterapkan bersifat adil dan tidak menguntungkan atau merugikan satu pihak saja. 

Jadi itulah secara garis besar hubungan antara negara hukum dengan demokrasi.

Apakah Kondisi Indonesia Sekarang Mencerminkan Situasi Negara Hukum?
Pada umumnya di dalam negara hukum termasuk Indonesia, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan.



Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum termasuk di indonesia, yakni sebagai berikut :

1. Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.

2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.




Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan keharusan. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.




Di Indonesia unsur-unsur tersebut dapat kita temukan pada UUD 1945 (sebelum amademen), kita akan menemukan unsur-unsur negara hukum tersebut di dalamnya, yaitu :

1. Prinsip kedaulatan rakyat (ada pada pasal 1 ayat 2). 
2. Pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945).
3. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31).
4. Pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16, 19). 
5. Pengawasan peradilan (pasal 24).
6. Partisipasi warga negara (pasal 28).
7. Sistem perekonomian (pasal 33).



Dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3), telah dijelaskan Indonesia sebagai negara hukum secara tegas. Bunyi dari pasal 1 ayat 3 yaitu “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”. Ini tidak bisa dipungkiri karena UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis. Di samping UUD 1945, berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang sama-sama menjadi aturan -aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.




Sudahkan Indonesia menjadi negara hukum yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial? 




Konsep Budaya
      Budaya à Sansakerta: BUDDHAYAH, Jamak dari Buddhi (budi/ akal) à sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
      Inggris: Culture, Latin: Colere à Mengolah atau mengerjakan.

Selo Sumarjan:
   Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.   
Herskovits
Kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic  à Membudaya
Andreas Eppink
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, termasuk segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Hal-hal Umum yang menjadi Asumsi Bersama
 Shared things à misalnya: seragam
 Shared Saying  à misalnya: ungkapan umum
 Shared Doing à misalnya: kerjabakti
 Shared Feeling à misalnya: belasungkawa

Proses Aktualisasi Budaya



BUDAYA POLITIK
Budaya politik bermanfaat untuk mengenal atribut atau ciri yang terpokok untuk menguji proses yang berlanjut maupun berubah, seiring dengan proses perkembangan, perubahan, dan bahkan mutasi sosial.
MIRIAM BUDIARJO, 1993:
        Budaya politik adalah keseluruhan pandangan-pandangan politik seperti norma-norma, pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup lainnya.
 WIDJAJA, 1982:
        Budaya politik sangat erat kaitannya dengan ideologi, dimana dalam sebuah ideologi di dalamnya menyangkut nilai-nilai, keyakinan maupun pandangan-pandangan politik.
 LUCIAN W. PYE:
        Budaya politik adalah serangkaian sikap, kepercayaan dan pandangan/ keyakinan anggota masyarakat yang mempunyai pengaruh di dalam pengatuan sistem/ proses politik, serta suatu perasaan, sikap, dan pandngan yang mendasari pemahaman mayarakat terhadap perilaku-perilaku politik dalam sistem politik.
Kesimpulan
        BUDAYA POLITIK: Pola tingkah laku individu dan masyarakat yang berorientasi pada kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

Bentuk Budaya Politik
 Budaya politik Partisipan, yaitu:  Turut serta melibatkan diri kedalam kegiatan politik, paling tidak dalam kegiatan pemberian suara (voting) dan memperoleh informasi cukup banyak tentang kehidupan politik.
 Budaya Politik Subjek, yaitu: Secara  pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam kancah politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan
 Budaya politik Parokhial, yaitu: orang yang sama sekali tidak menyadari atau mengabaikan adanya pemerintahan dan politik


Ciri budaya politik bangsa Indonesia
        memiliki konfigurasi sub kultur yang kompleks (didasarkan pada agama, ras, suku, bahasa dan lain lain)
        Bersifat Parokhial-kaula di satu pihak, yaitu massa dan bersifat partisipan dipihak lain yaitu elit politik (mixed political culture)
        Primordialisme yang masih kuat
        Paternalisme dan bersifat patrimonial

Partisipasi Politik
 kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy), termasuk didalamnya adalah : pemberian suara, menjadi anggota parpol, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) dengan para pejabat pemerintah /anggota parlemen.
Huntington dan Nelson:
 By political  partisipation we mean activity by private citizens designed to influence government’s decision making. Partisipation maybe individual or collective, organized or spontaneous, sustainded or sporadic, peacefull ar violent, legal or illegal, effective or ineffective “. ( Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi–pribadi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi perbuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir tau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau  kekerasan, legal atau  illegal, efektif maupun  tidak efektif )

 Di negara-negara demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi politik ialah bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilakukan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan  masyarakat dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Dengan demikian maka partisipasi politik warga masyarakat (negara) merupakan parameter/ indikator keberhasilan dari penerapan sebuah system politk yang dibangun oleh suatu negara.

Kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy), termasuk didalamnya adalah : pemberian suara, menjadi anggota parpol, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) dengan para pejabat pemerintah /anggota parlemen

Menurut Huntington dan Nelson
By political  partisipation we mean activity by private citizens designed to influence government’s decision making. Partisipation maybe individual or collective, organized or spontaneous, sustainded or sporadic, peacefull ar violent, legal or illegal, effective or ineffective “. ( Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi–pribadi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi perbuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir tau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau  kekerasan, legal atau  illegal, efektif maupun  tidak efektif )

Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik




Etika Politik
 ukuran konsistensi antara berlakunya aturan main dengan perilaku politik dari masing-masing anggota sistem (politik)
 semakin jauh realisasi aturan main dengan prilaku politik pada suatu (atau) beberapa lembaga politik, maka semakin buruklah etika politik yang terjadi pada masyarakat bersangkutan
 Aturan main yang dimaksudkan adalah seperangkat parameter, baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis, yang berlaku mendukung jalannya sistem politik. Yang tertulis bisa berupa konstitusi dan semua perundang-undangan yang berlaku, sedangkan yang tidak tertulis adalah sistem budaya politik yang ada pada bangsa yang bersangkutan
 Dalam etika politik selalu ada aturan main yang mengatur kegiatan-kegiatan politik, kewenangan, status, norma, hak dan kewajiban sehingga menjadi jelas
Dalam etika politik harus ada sikap saling harga-menghargai perbedaan pendapat. Dasar dalam bertindak bukan hanya otoritas semata melainkan adanya banyak variabel

Perilaku Politik
 Merupakan perilaku manusia yang menyangkut persoalan politik, yaitu kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan politik.

Demokrasi
Konsep dasar dari istilah demokrasi ini adalah Kedaulatan di tangan Rakyat.
 Segala sesuatu yang hendak diputuskan oleh pemerintah hendaknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dan semaksimal mungkin dimaksudkan untuk kepentingan rakyat.
 Lincoln memaknai konsep demokrasi ini  secara sederhana dengan  “government of the people, by the people and for the people”. Jadi sebenarnya di sini rakyat berdaulat menentukan nasibnya sendiri.
Schmitter dan Lyin
 a system of governance in which rulers are held accountable for actions in the public realm by citizens, acting indirectly through the competition an co-operation of their elected representatives


Rakyat berdaulat menentukan nasibnya sendiri mempunyai dua pemahaman
Dalam masyarakat modern, rakyat tidak hanya berdaulat menentukan nasibnya melalui lembaga formal, namun dapat pula menyuarakan kepentingannya melalui berbagai lembaga sosio-kultural dan lainnya
 Rakyat berdaulat menentukan nasibnya sendiri” bukanlah konsep yang kaku/ketat hanya dalam bidang politik, melainkan dapat pula sebagai konsep yang lentur dalam berbagai bidang kehidupan. (Ridwan dan Gunawan, 1999:5)

J KRISTIADI

Serangkaian ledakan bom yang diawali di Utan Kayu dan kemudian merambat ke daerah lain, meskipun berdaya letus rendah, mempunyai efek sosial yang sangat merusak. Bom-bom itu semakin menggerus modal sosial bangsa karena beberapa tahun terakhir terjadi serangkaian kekerasan yang memberikan kesan negara tidak menindak dengan tegas.

Secara singkat, modal sosial adalah agregasi jaringan asosiasi sukarela warga masyarakat yang mempunyai tingkat kohesivitas tinggi, saling percaya, memelihara kejujuran, adil, resiprokal (saling menerima), berempati, apresiatif, serta saling memfasilitasi untuk mencapai tujuan bersama. Oleh sebab itu, kredibilitas para anggotanya menjadi sangat penting mengingat modal sosial juga melekat pada setiap individu yang tergabung dalam asosiasi tersebut.

Kekerasan komunal yang semakin merebak, disertai menguatnya intoleransi, mengakibatkan bangsa ini semakin compang-camping. Akumulasi dari semua faktor tersebut dapat menjadi malapetaka karena peran negara sangat lemah. Lembaga yang seharusnya menjadi institusi yang melaksanakan konstitusi tidak mempunyai gereget mencegah perbuatan yang dapat merusak peradaban. Sebagai negara demokrasi yang prinsipnya mayority rule, minority rights, pemerintahan mayoritas, dan perlindungan terhadap hak-hak minoritas, kelompok terakhir mempunyai hak dilindungi yang melekat pada sistem tersebut.

Tegasnya, perlindungan terhadap minoritas bukan karena alasan kasihan. Penggerogotan modal sosial semakin membuat miris karena unsur-unsur kejujuran, keadilan, serta toleransi mulai tergerus di lembaga-lembaga yang seharusnya merawat dan mengembangkan keutamaan tersebut. Bocornya jawaban ujian sekolah oleh oknum kepala sekolah dan guru merupakan pucuk gunung es dari krisis integritas bangsa ini.

Deposit aset sosial bangsa nyaris terkuras habis, terutama karena transformasi politik selama lebih dari satu dekade hanya didominasi ambisi kekuasaan para petualang politik yang menghalalkan berbagai cara meraih kekuasaan. Mereka yang berada di tampuk kekuasaan justru menyalahgunakan kewenangannya sehingga menebarkan virus beracun yang dapat membunuh peradaban dan martabat bangsa.

Kredibilitas lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi penopang kedaulatan rakyat, partai politik, lembaga perwakilan, pemerintah mulai tingkat pusat sampai daerah, dan penegak hukum nyaris kehilangan seluruh kredibilitas mereka. Musibah tersebut semakin parah karena rasa saling percaya di antara elite penguasa, antara mereka dan masyarakat, serta di antara sesama warga dirasakan semakin meluntur.

Musibah ledakan bom di Indonesia telah merenggut modal sosial bangsa. Sementara itu, di Jepang, malapetaka tsunami dan ledakan reaktor nuklir PLTN meluluhlantakkan bangunan, perumahan, infrastruktur, serta mengakibatkan ribuan korban jiwa meninggal dan hilang. Akan tetapi, bangsa Jepang justru memperlihatkan kepada dunia kualitasnya sebagai bangsa yang ulet, berdaya tahan tinggi, serta bermartabat. Bencana tersebut malah memperkuat modal sosial bangsa Jepang. Oleh sebab itu, simpati, kekaguman, dan pujian datang dari segala sudut dunia internasional.

Sebagai suatu nation, bangsa Indonesia adalah bangsa yang digdaya. Ia dibentuk melalui sejarah panjang dari ratusan kerajaan merdeka yang saling mengalahkan, tetapi juga tidak sedikit yang mencoba membangun kerja sama. Modal kesejarahan yang penuh dinamika akhirnya membentuk suatu rajutan sosial yang saling menyilang sehingga membentuk bangsa yang satu, tetapi sangat kaya dengan keragaman, baik struktur sosial, etnisitas, agama, ras, maupun berbagai ikatan primordial lain.

Berbagai masalah kebangsaan yang mengancam eksistensi bangsa dapat diatasi dengan baik, terutama berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan tatanan politik yang sangat rawan terhadap supremasi ikatan primordial yang dapat memicu perang saudara berdarah-darah. Namun, bangsa Indonesia dapat mengatasi persoalan tersebut dengan baik. Yang paling fenomenal adalah baik pemeluk agama mayoritas (Islam) maupun penutur bahasa mayoritas (Jawa) tidak memaksakan agama dan bahasa mereka sebagai agama dan bahasa resmi negara. Sayangnya, dalam kehidupan politik yang sarat manipulasi kekuasaan, modal sosial dijadikan sarana membangun oligarki dan dinasti politik.

Kemerosotan modal sosial bukan kiamat. Bangsa Amerika mengalami hal serupa. Bangsa yang menurut Alexis de Tocqueville amat suka bergabung dalam berbagai jenis asosiasi itu, sekitar 40 tahun lalu, pernah mengalami kemerosotan modal sosial. Menurut Putman (Journal of Democracy, 1995), kemerosotan disebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah, perubahan struktur keluarga yang cenderung hidup sendiri dan tidak mempunyai anak, berkembangnya tempat bermukim di pinggiran kota sehingga banyak warga kehabisan waktu di perjalanan, serta semakin meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja. Selain itu, waktu senggang lebih banyak digunakan warga untuk menonton hiburan secara individual, terutama menonton televisi.

Oleh karena itu, tidak ada alternatif lain bagi pimpinan nasional kecuali menegaskan kepemimpinan mereka sehingga aset bangsa yang disebut modal sosial dapat menjadi sarana mewujudkan cita-cita bersama. Tanpa ketegasan pimpinan nasional, modal sosial justru akan dimanfaatkan para mafioso untuk mengendalikan politik di Indonesia.

J Kristiadi Peneliti Senior CSIS


   KASUS DI INDONESIA
   ¡  Sistem kepartaian kita yang dihuni terlalu banyak partai -“ultra multi    partai”-
   ¡  Presiden tidak memiliki dukungan yang “stabil” dari parlemen dalam menjalankan program-programnya

   LANGKAH TEROBOSAN
   ¡  Diperlukan mekanisme pembatasan partai politik peserta pemilu dalam rangka proses penyederhanaan partai
   ¡  Padanan sistem presidensial yakni sistem multi partai sederhana/terbatas
   ¡  Penyempurnaan Sistem Pemilu dan Pembagian Daerah Pemilihan


SISTEM PEMILU
¡  Electoral Treshold adalah suatu angka ambang batas yang membatasi hak sebuah partai politik untuk mengirimkan wakilnya ke parlemen
¡  Pelaksanaannya di Indonesia menjadi bias
¡  “Parliamentary Treshold”=pelaksanaan Electoral Treshold yang konsisten

SISTEM PEMILU
¡  Merumuskan suatu angka prosentase terhadap Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sehingga seorang caleg lebih mudah memperoleh kursi
¡  Pemilihan metode penghitungan kursi yang harus mempertimbangkan asas proporsionalitas dan konsentrasi parpol di DPR

DAERAH PEMILIHAN
¡  Penetapan Daerah Pemilihan merupakan tahapan penting dalam Pemilu
¡  Rumusan Daerah Pemilihan perlu mempertimbangkan 3 prinsip universal: keterwakilan, kesetaraan kekuatan suara, serta timbal balik dan non diskriminasi

DAERAH PEMILIHAN
¡  Penetapan daerah pemilihan tidak boleh hanya berdasar jumlah penduduk dan wilayah administrasi pemerintahan semata
¡  Perlu dibentuk sebuah Badan/Komisi khusus yang merumuskan penetapan Daerah Pemilihan yang mencakup unsur perwakilan parpol, ahli demografi, ahli geografi, ahli statistik, dll

REKOMENDASI
¡  Penyempurnaan UU Pemilu
¡  Memperbanyak daerah pemilihan (=memperkecil wilayah geografis sebuah daerah pemilihan)
¡  Angka electoral treshold dinaikkan menjadi 5% dan pelaksanaannya secara konsisten
¡  Aturan Manajemen Koalisi yg memadai

SIMULASI PEROLEHAN KURSI
BERDASARKAN PEROLEHAN SUARA PARTAI-PARTAI PADA PEMILU 2004













          Kode Etik Penyelenggara Negara untuk selanjutnya disebut kode etik adalah norma dan ketentuan mengenai etika yang mengatur sikap, perilaku, tindakan dan ucapan bagi penyelenggara negara, yang diberlakukan pada lembaga dan atau profesi bidang tugas  tertentu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

          Lembaga Penyelenggara Negara adalah instansi atau satuan organisasi di lingkungan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif dan lembaga negara lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan.

          Lembaga Penegak Kode Etik Penyelenggara Negara selanjutnya disebut  Lembaga Penegak Kode Etik, adalah satuan tugas yang dibentuk dalam sistem dan tata laksana penegakan etika penyelenggara negara di lingkungan lembaga penyelenggara negara.

Jenis Kode Etik
          Kode etik Lembaga adalah norma dan ketentuan mengenai etika yang dibentuk dan berlaku pada lembaga/instansi atau satuan organisasi penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

          Kode etik Profesi ádalah sistem norma dan ketentuan mengenai etika yang dibentuk dan berlaku bagi satuan tugas penyelenggara negara yang  memiliki bidang tugas dan pekerjaan yang dilandasi keahlian ilmu pengetahuan, ketrampilan tertentu dan moralitas yang baik  dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

Tujuan Kode Etik
a.  Menegakkan norma etika penyelenggara negara;
b.  Menegakkan martabat, kehormatan dan keadaban penyelenggara negara;
c.  Membangun sikap, perilaku, tindakan dan ucapan yang etis, dan guna mengembangkan  
     etos kerja dan budaya    organisasi dalam penyelenggaraan negara;
d.  Mewujudkan penyelenggara negara yang amanah, disiplin, teladan dan berakhlak mulia;

Nilai Dasar Kode Etik
          Kejujuran;
          Keadilan;
          Ketepatan Janji;
          Norma Ketaataturan
          Norma Tanggung Jawab
          Norma  Kewajaran dan Kepatutan

Kewajiban Penyelengara Negara
  1. Melaksanakan norma kode etik penyelenggara negara
  2. Menjaga citra lembaga dan profesi bidang tugas penyelenggara negara;
  3. Menjaga hubungan kerja dan menghormati tugas, fungsi dan kewenangan antar lembaga penyelenggara negara;
  4. Menaati dan melaksanakan keputusan lembaga penegak kode etik penyelenggara negara;
  5. Menghindarkan diri dari perbuatan pelanggaran kode etik penyelenggara negara;
  6. Mengutamakan kepentingan umum dan atau kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, kelompok, kroni atau golongan;
Pelanggaran Kejujuran
a. Tidak sesuai dengan fakta, 
b. Tidak berterus terang atau berbohong,
c. Manipulatif.
d. Tidak berani menolak dan bertindak melawan kebathilan.

Pelanggaran Norma Keadilan
          Tidak arif dan bijak,
          Memihak, pilih kasih atas dasar suka atauy tidak suka;
          Membeda-bedakan, diskriminatif atas dasar gender, status, tingkat sosial, etnis, agama dan ras dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
          Cenderung memihak pada kepentingan pribadi, kerabat, kroni atau kelompok; 

Pelanggaran Ketepatan Janji
         Tidak menepati pernyataan atau kesepakatan;
         Tidak konsisten antara kata dengan perbuatan;
         Tidak melaksanakan komitmen, kewajiban, sumpah, janji, ikrar, pakta.

Pelanggaran Norma Keteraturan
         Tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, tata tertib,  prosedur,  perintah atau petunjuk pimpinan;
          Tidak disiplin
          Bertindak diluar batas lingkup kewenangannya

Pelanggaran dan Sanksi
          Sikap, perilaku, tindakan dan ucapan penyelenggara negara yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 s/d Pasal 24, dikenakan sanksi atas pelanggaran kode etik penyelenggara negara dalam bentuk sanksi moral dan sanksi administratif;
          Bentuk pemberian sanksi dipertimbangkan dan diputuskan oleh lembaga penegak etika.
          Tata cara penetapan sanksi diatur lebih lanjut dalam Kode Etik lembaga atau kode etik profesi bidang tugas masing-masing.

Sanksi Moral
a. Pengumuman melalui media massa;
b. Meminta maaf kepada publik secara terbuka;
c. Di non-aktifkan dari jabatan dan atau mengundurkan diri dari jabatan;

Sanksi Administratif
a. Teguran lisan atau tulisan;
b. Pemberhentian sementara (skorsing);
c. Penundaan kenaikan dan atau penurunan pangkat;
c. Pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan;
d. Sanksi administratif lainnya, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Penyelenggara Negara
a. Memiliki hak jawab dalam proses penyelesaian perkaranya;
b. Berhak mendapatkan pemulihan nama baik dan hak-haknya seperti semula bila terbukti tidak bersalah;

Lembaga Penegak Kode Etik
          Pada masing-masing lembaga dan atau satuan profesi bidang tugas penyelenggaraan negara dibentuk lembaga penegak kode etik penyelenggara negara.
          Pembentukan lembaga  Penegak kode etik dan tata cara kerja ditetapkan oleh pimpinan lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan.

Keanggotaan Satuan Tugas Penegak Kode Etik
          Terdiri atas unsur lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan, tenaga ahli dan masyarakat. Misalnya unsur masyarakat: pemuka agama, jurnalis, tokoh adat, budayawan. Sedangkan tenaga ahli antara lain ahli hukum, akuntan, militer, psikolog, dokter dan lainnya;

Tugas Pokok Lembaga Penegak Kode Etik
          Mengawasi penerapan kode etik pada lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan,
          Meneliti, memverifikasi, mengklarifikasi, memeriksa, menilai, mempertimbangkan dan menetapkan pelanggaran etika berikut sanksi;
          Memantau pelaksanaan sanksi yang telah diputuskan dan menangani permasalahan lain yang berkaitan dengan pelanggaran etika di masing-masing lembaga penyelenggara negara.

Pengaduan Pelanggaran
          Penegakan etika penyelenggara negara dilaksanakan atas dasar pengaduan dan atau temuan langsung atau tidak langsung terhadap peristiwa pelanggaran etika penyelenggara negara.
          Laporan pengaduan masyarakat berkaitan dengan peristiwa pelanggaran etika penyelenggara negara dapat disampaikan langsung kepada satuan tugas`Penegak Etika atau Komisi Ombudsman Nasional (KON)