Koori Nagawa Network. Powered by Blogger.

Koori Nagawa Network

Showing posts with label Ilmu Politik. Show all posts
Showing posts with label Ilmu Politik. Show all posts


   KASUS DI INDONESIA
   ¡  Sistem kepartaian kita yang dihuni terlalu banyak partai -“ultra multi    partai”-
   ¡  Presiden tidak memiliki dukungan yang “stabil” dari parlemen dalam menjalankan program-programnya

   LANGKAH TEROBOSAN
   ¡  Diperlukan mekanisme pembatasan partai politik peserta pemilu dalam rangka proses penyederhanaan partai
   ¡  Padanan sistem presidensial yakni sistem multi partai sederhana/terbatas
   ¡  Penyempurnaan Sistem Pemilu dan Pembagian Daerah Pemilihan


SISTEM PEMILU
¡  Electoral Treshold adalah suatu angka ambang batas yang membatasi hak sebuah partai politik untuk mengirimkan wakilnya ke parlemen
¡  Pelaksanaannya di Indonesia menjadi bias
¡  “Parliamentary Treshold”=pelaksanaan Electoral Treshold yang konsisten

SISTEM PEMILU
¡  Merumuskan suatu angka prosentase terhadap Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) sehingga seorang caleg lebih mudah memperoleh kursi
¡  Pemilihan metode penghitungan kursi yang harus mempertimbangkan asas proporsionalitas dan konsentrasi parpol di DPR

DAERAH PEMILIHAN
¡  Penetapan Daerah Pemilihan merupakan tahapan penting dalam Pemilu
¡  Rumusan Daerah Pemilihan perlu mempertimbangkan 3 prinsip universal: keterwakilan, kesetaraan kekuatan suara, serta timbal balik dan non diskriminasi

DAERAH PEMILIHAN
¡  Penetapan daerah pemilihan tidak boleh hanya berdasar jumlah penduduk dan wilayah administrasi pemerintahan semata
¡  Perlu dibentuk sebuah Badan/Komisi khusus yang merumuskan penetapan Daerah Pemilihan yang mencakup unsur perwakilan parpol, ahli demografi, ahli geografi, ahli statistik, dll

REKOMENDASI
¡  Penyempurnaan UU Pemilu
¡  Memperbanyak daerah pemilihan (=memperkecil wilayah geografis sebuah daerah pemilihan)
¡  Angka electoral treshold dinaikkan menjadi 5% dan pelaksanaannya secara konsisten
¡  Aturan Manajemen Koalisi yg memadai

SIMULASI PEROLEHAN KURSI
BERDASARKAN PEROLEHAN SUARA PARTAI-PARTAI PADA PEMILU 2004













          Kode Etik Penyelenggara Negara untuk selanjutnya disebut kode etik adalah norma dan ketentuan mengenai etika yang mengatur sikap, perilaku, tindakan dan ucapan bagi penyelenggara negara, yang diberlakukan pada lembaga dan atau profesi bidang tugas  tertentu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

          Lembaga Penyelenggara Negara adalah instansi atau satuan organisasi di lingkungan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif dan lembaga negara lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan.

          Lembaga Penegak Kode Etik Penyelenggara Negara selanjutnya disebut  Lembaga Penegak Kode Etik, adalah satuan tugas yang dibentuk dalam sistem dan tata laksana penegakan etika penyelenggara negara di lingkungan lembaga penyelenggara negara.

Jenis Kode Etik
          Kode etik Lembaga adalah norma dan ketentuan mengenai etika yang dibentuk dan berlaku pada lembaga/instansi atau satuan organisasi penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

          Kode etik Profesi ádalah sistem norma dan ketentuan mengenai etika yang dibentuk dan berlaku bagi satuan tugas penyelenggara negara yang  memiliki bidang tugas dan pekerjaan yang dilandasi keahlian ilmu pengetahuan, ketrampilan tertentu dan moralitas yang baik  dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

Tujuan Kode Etik
a.  Menegakkan norma etika penyelenggara negara;
b.  Menegakkan martabat, kehormatan dan keadaban penyelenggara negara;
c.  Membangun sikap, perilaku, tindakan dan ucapan yang etis, dan guna mengembangkan  
     etos kerja dan budaya    organisasi dalam penyelenggaraan negara;
d.  Mewujudkan penyelenggara negara yang amanah, disiplin, teladan dan berakhlak mulia;

Nilai Dasar Kode Etik
          Kejujuran;
          Keadilan;
          Ketepatan Janji;
          Norma Ketaataturan
          Norma Tanggung Jawab
          Norma  Kewajaran dan Kepatutan

Kewajiban Penyelengara Negara
  1. Melaksanakan norma kode etik penyelenggara negara
  2. Menjaga citra lembaga dan profesi bidang tugas penyelenggara negara;
  3. Menjaga hubungan kerja dan menghormati tugas, fungsi dan kewenangan antar lembaga penyelenggara negara;
  4. Menaati dan melaksanakan keputusan lembaga penegak kode etik penyelenggara negara;
  5. Menghindarkan diri dari perbuatan pelanggaran kode etik penyelenggara negara;
  6. Mengutamakan kepentingan umum dan atau kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, kelompok, kroni atau golongan;
Pelanggaran Kejujuran
a. Tidak sesuai dengan fakta, 
b. Tidak berterus terang atau berbohong,
c. Manipulatif.
d. Tidak berani menolak dan bertindak melawan kebathilan.

Pelanggaran Norma Keadilan
          Tidak arif dan bijak,
          Memihak, pilih kasih atas dasar suka atauy tidak suka;
          Membeda-bedakan, diskriminatif atas dasar gender, status, tingkat sosial, etnis, agama dan ras dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
          Cenderung memihak pada kepentingan pribadi, kerabat, kroni atau kelompok; 

Pelanggaran Ketepatan Janji
         Tidak menepati pernyataan atau kesepakatan;
         Tidak konsisten antara kata dengan perbuatan;
         Tidak melaksanakan komitmen, kewajiban, sumpah, janji, ikrar, pakta.

Pelanggaran Norma Keteraturan
         Tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, tata tertib,  prosedur,  perintah atau petunjuk pimpinan;
          Tidak disiplin
          Bertindak diluar batas lingkup kewenangannya

Pelanggaran dan Sanksi
          Sikap, perilaku, tindakan dan ucapan penyelenggara negara yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 s/d Pasal 24, dikenakan sanksi atas pelanggaran kode etik penyelenggara negara dalam bentuk sanksi moral dan sanksi administratif;
          Bentuk pemberian sanksi dipertimbangkan dan diputuskan oleh lembaga penegak etika.
          Tata cara penetapan sanksi diatur lebih lanjut dalam Kode Etik lembaga atau kode etik profesi bidang tugas masing-masing.

Sanksi Moral
a. Pengumuman melalui media massa;
b. Meminta maaf kepada publik secara terbuka;
c. Di non-aktifkan dari jabatan dan atau mengundurkan diri dari jabatan;

Sanksi Administratif
a. Teguran lisan atau tulisan;
b. Pemberhentian sementara (skorsing);
c. Penundaan kenaikan dan atau penurunan pangkat;
c. Pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan;
d. Sanksi administratif lainnya, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Hak Penyelenggara Negara
a. Memiliki hak jawab dalam proses penyelesaian perkaranya;
b. Berhak mendapatkan pemulihan nama baik dan hak-haknya seperti semula bila terbukti tidak bersalah;

Lembaga Penegak Kode Etik
          Pada masing-masing lembaga dan atau satuan profesi bidang tugas penyelenggaraan negara dibentuk lembaga penegak kode etik penyelenggara negara.
          Pembentukan lembaga  Penegak kode etik dan tata cara kerja ditetapkan oleh pimpinan lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan.

Keanggotaan Satuan Tugas Penegak Kode Etik
          Terdiri atas unsur lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan, tenaga ahli dan masyarakat. Misalnya unsur masyarakat: pemuka agama, jurnalis, tokoh adat, budayawan. Sedangkan tenaga ahli antara lain ahli hukum, akuntan, militer, psikolog, dokter dan lainnya;

Tugas Pokok Lembaga Penegak Kode Etik
          Mengawasi penerapan kode etik pada lembaga penyelenggara negara yang bersangkutan,
          Meneliti, memverifikasi, mengklarifikasi, memeriksa, menilai, mempertimbangkan dan menetapkan pelanggaran etika berikut sanksi;
          Memantau pelaksanaan sanksi yang telah diputuskan dan menangani permasalahan lain yang berkaitan dengan pelanggaran etika di masing-masing lembaga penyelenggara negara.

Pengaduan Pelanggaran
          Penegakan etika penyelenggara negara dilaksanakan atas dasar pengaduan dan atau temuan langsung atau tidak langsung terhadap peristiwa pelanggaran etika penyelenggara negara.
          Laporan pengaduan masyarakat berkaitan dengan peristiwa pelanggaran etika penyelenggara negara dapat disampaikan langsung kepada satuan tugas`Penegak Etika atau Komisi Ombudsman Nasional (KON)

Konsep Dasar Dalam Ilmu Politik


Beberapa Pengertian Tentang :

Kekuasaan :
Upaya mempengaruhi orang atau lembaga atau kelompok lain agar bertindak / berpikir sesuai dengan keingininannya 

Pengaruh :
Bentuk Lunak kekuasaan

Perbedaan :
(1).Bersifat psikologis
(2). Berbentuk informal
(3). Lebih menyentuh hati/perasaan
(4). Tanpa sanksi formal
(5). Dampaknya sering tidak terasa.

Kewenangan :
Hak berkuasa secara sah

Legitimasi :
Pengakuan atas seseorang atau lembaga 

Interaksi di dalam kekuasaan



Degrasi dalam kekuasaan, kewenangan dan legitimasi.
Legitimasi, kewenangan dan kekuasaan


Krisis legitimasi = krisis kewenangan = krisis kekuasaan, sebab :

1. Sumber legitimasi/wewenang/kekuasaan berubah
2. Perpecahan di tubuh pemegang legitimasi
3. Tidak mampu memenuhi janji
4. Perubahan penilaian (masyarakat) tentang sumber legitimasi/wewenang

Memahami pendekatan dalam politik

1. Aristoteles dan Plato : upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang baik 

2. Peter Merkl : a noble quest for a good order and justice (usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan keadilan 

3. Peter Merkl : politik dapat menjelma menjadi a selfish grab for power, glory and riches (suatu perebutan kekuasan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri)

4. Pengamatan terhadap kegiatan politik dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari pendekatan yang dipergunakan.

5. Vernon van Dyke : pendekatan (approach) adalah kriteria untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan.  

6. Pendekatan mencakup standar atau tolok ukur yang dipakai untuk memilih masalah dan menentukan data mana yang akan diteliti serta data mana yang akan dikesampingkan.

Pendekatan tradisional

Negara menjadi fokus utama dengan menonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Bahasan pendekatan ini menyangkut misalnya : sifat UUD serta kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal seperti parlemen, badan yudikatif, badan eksekutif dan sebagainya. Karenanya disebut juga pendekatan institusional atau legal-institusional.

Pendekatan Perilaku

1. Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum 

2. Tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati.

3. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)

Pendekatan dalam dua pendekatan


Pendekatan pasca tingkah laku

1. Reaksi ini terutama ditujukan kepada usaha untuk merubah penelitian dan pendidikan Ilmu Politik menjadi suatu ilmu pengetahuan murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. 

2. Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi terlalu astbrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Relevansi lebih dianggap penting dari pada penelitian yang cermat.

3. Karena penelitian dianggap terlalu abstrak, Ilmu Politik kehilangan kontak dengan realitas sosial. 

4. Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas Ilmu Politik 

5. Para cendekiawan mempunyai tugas yang historis dan unik untuk mengatasi msalah-masalah sosial.

6. Cendekiawan harus action oriented.

7. Cendekiawan tidak boleh menghindari perjuangan dan harus turut mempolitisasi organisasi-organsisasi profesi dan lembaga-lembaga ilmiah.

Pendekatan lain dalam ilmu politik

Neo-Marxis 
- menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme

Ketergantungan 
- memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil

Rational Choice
- pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik
Definisi Partai Politik

Secara umum adalah suatu kelompok yg terorganisir yg anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai dan cita-cita yg sama.

Tujuan kelompok ini ialah utk memeroleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dng cara konstsitusional-utk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

Definisi Partai Politik
Carl J. Friedrich:
Parpol adalah sekelompok manusia yg terorganisir secara stabil dng tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kpd anggota partainya kemanfaatan ygbersifat idiil maupun materil.

R.H. Soltau:
Parpol adl sekelompok warga negara yg sedikit banyak terorganisir yg bertindak sbg suatu kesatuan politik dan yg dng memanfaatkan kekuasaannya utk memilih-bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

Parpol berbeda dengan gerakan (movement). Gerakan merupakan kelompok atau golongan yg ingin mengadakan perubahan2 pd lembaga-lembaga politik atau kadang2 malahan ingin menciptakan suatu tata masyarakat yg baru sama sekali, dng memakai cara2 politik. Dibanding parpol gerakan memiliki tujuan terbatas & fundamental sifatnya, kadang bersifat ideologis. Orientasi ini merupakan ikatan yg kuat di antara anggota-anggotanya & dpt menumbuhkan suatu identitas kelompok (group identity) yg kuat. Organisasi kurang ketat dibanding parpol.

Parpol juga berbeda dng kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Kelompok ini bertujuan utk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” & memengaruhi lembaga2 politik agar mendpt keputusan yg menguntungkan atau menghindari keputusan yg merugikan. Kelompok kepentingan tdk berusaha utk menempatkan wakilnya dlm dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup memengaruhi satu atau beberapa partai.

Fungsi Parpol
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik

Menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Pendapat itu digabungkan dengan pendapat/aspirasi/kepentingan kelompok lain (interest aggregation). Lalu diolah dan dirumuskan dlm bentuk yg teratur atau perumusan kepentingan (interest articulation).

Memperbincangkan & menyebarluaskan rencana 2 dan kebijakan2 pemerintah. Sehingga parpol menghubungkan antara yg memerintah dan yg diperintah
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik, proses penyampaian norma2 dan nilai2 dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai berusaha menciptakan image bahwa ia memerjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidaritas dng partai, parpol juga mendidik anggotanya menjadi manusia yg sadar tanggungjawabnya sbg warga negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bwh kepentingan nasional.

3. Partai sebagai sarana rekruitmen politik , mencari dan mengajak org yg berbakat utk turut aktif dlm kegiatan politik sebagai anggota partai.

4. Partai sebagai sarana pengatur konflik, dlm suasana demokrasi persaingan dan perbedaan pendapat dlm masyarakat merupakan soal wajar. Jika sampai terjadi konflik parpol berusaha utk mengatasinya.

Sistem kepartaian
Adalah suatu mekanisme interaksi antarpartai politik dalam sebuah sistem politik yg berjalan.

Sistem kepartaian yg dpt digunakan dlm merealisasikan interaksi antarpartai dlm suatu sistem politik, yaitu one-party system, two-party system, multy-party system.

Predominant-party system, sistem kepartaian yg menggambarkan kurang adanya perbedaan ideologi yg tajam antara partai-partai yg berinteraksi. Dpt dikatakan tdk ada perbedaan pandangan ideologis, sehingga yg terbangun adalah parpol yg memiliki perspektif tunggal (dominan).

Moderate pluralism system, adalah suatu sistem kepartaian yg menyediakan ruang bagi lebih dari 2 partai utk saling bersaing dlm pemilu

Polarized pluralism system, sistem kepartaian yg terpolarisasi biasanya berwujud di negara-negara yg sangat heterogen (secara sosio-kultur). Jumlah partai yg ada pun tdk sedikit (5 partai atau lebih). Partai yg tdk sedikit itu memiliki ideologi yg berbeda-beda bahkan dpt sangat mungkin bertentangan. Karena itu sistem kepartaian polarized pluralism mempunyai tendensi konsensus yg rendah, sehingga pd titik ekstrim dpt mungkin terjadi perpecahan dlm sistem politik (sentrigugal).

Maurice Duverger, mengidentifikasi sistem kepartaian tdk dilihat dari variabel jumlah partai tetapi atas dasar tingkat kompetisi dan oposisi partai dlm sistem politik. Ia membedakan

sistem kepartaian menjadi 4, yaitu:
1) bersifat persaingan penuh,
2) bekerja sama dlm sistem yg kompetitif,
3) saling bergabung dlm sistem yg kompetitif, dan
4) saling bergabung sepenuhnya.

Sistem Satu Partai/Partai Tunggal
Sebenarnya mengandung anomali dlm sistem satu partai. Sistem sendiri selalu mengandung lebih dari satu bagian/unsur atau dalam hal ini partai. Oleh sebab itu satu partai tdk layak dikatakan sistem tetapi bentuk kepartaian tunggal.
- Bentuk partai tunggal identik dng sistem politik totaliter dan atau sistem politik komunisme.
- Rezim tdk menghendaki pandangan yg berbeda dng episteme yg dibangun oleh pemerintah.

Dlm sistem politik totaliter rezim berkuasa berusaha membangun budaya politik:
1. Bentuk2 kontrol baru agar epistem dan aksiologi publik sepaham dng kebutuhan budaya politik yg dibangun.
2. Tertutupnya semesta politik, terkuburnya ruang bagi tawar menawar dlm setiap aktivitas politik yg dilakukan.
3. Desublimasi represi negara. Perundangan yg dihasilkan dari sistem politik yg tdk membuka ruang bagi tawar menawar tentu saja melahirkan kebijakan publik yg berorientasi pd kebutuhan penguasa.

Sistem Partai Hegemonik

Sistem partai ini tetap memberi ruang bagi partai lain utk turut terlibat dlm kontestasi pemilu dlm sebuah sistem kepartaian. Namun tdk ubahnya dng bentuk partai tunggal, sistem partai hegemonik hanya menyediakan ruang pengakuan bagi partai besar dukungan pemerintah. Artinya parpol lain yg terlibat dlm sistem kepartaian hanya dijadikan legitimasi formal pemerintah dlm rangka kebutuhan politik internasional rezim yg berkuasa agar disebut sebagai pemerintahan demokratis.

Sistem Dua Partai

Sistem ini menyediakan ruang bagi 2 partai utk bersaing guna mendapatkan dan/atau mempertahankan otoritasnya dlm suatu sistem politik. Dlm sistem ini terbangun secara pasti antara partai berkuasa dng partai oposisi. Parpol yg memenangkan suara terbanyak dlm pemilu secara otomatis menjadi partai berkuasa selama waktu yg ditetapkan oleh konstitusi. Sedangkan partai yg kalah menjadi partai oposisi yg memberi antitesis atau counterpart pd setiap kebijakan atau keputusan politik yg dihasilkan pemerintah.

Sistem 2 partai akan berjalan dan berkembang dng baik dlm ruang geografi dan histori, sebagai berikut: 1) tersedianya homogenitas sosio-kultural warga masyarakat, 2) tegaknya konsensus pd pembangunan politik yg beradab dan berkualitas dlm diri setiap warga, 3)adanya kontinuitas sejarah, sehingga mempermudah pelembagaan pembangunan politik yg berkelanjutan, serta 4) terdapat mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik yg mapan.

Sistem Multipartai

Adalah sistem kepartaian yg terdiri atas dua atau lebih parpol yg dominan. Sistem multipartai merupakan produk dari struktur masyarakat yg pluralis, heterogen serta majemuk. Kemajemukan struktur masyarakat dlm sistem multipartai dpt dilihat mulai dari sisi religiositas hingga etnisitas serta dilihat dari perbedaan kebergaman sosio-kultural hingga perbedaan sosio-ekonomi.

- Polis (Yunani) = kota / negara kota
Polites berarti warga negara
Politikos = kewarganegaraan
Politike = kemahiran politik
Politika episteme = ilmu politik
Ars politica (Romawi) kemahiran ttg mslh kenegaraan

Lingkup dan pengertian Politik sbg Ilmu

Gambte
politik : kumpulan dari suatu wilayah kehidupan sosial seperti gander, ras, dan kelas sosial, sehingga politik diartikan sebagai aspek dari keseluruhan kehidpan sosial, dan tidak hanya terpusat pada lembaga-lembaga pemerintah.

Lefwich
Politik tidak terlepas dari kehidupan dan aktivitas publik. Politik menyangkut keseluruhan aktivitas dan kerjasama dan konflik di dalam atau antar masyarakat

Deliar Noer
Politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan degan kekuasaan dan yang dimaksud untuk mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.

Perkembangan politik sebagai kajian dan ilmu
Yunani Kuno
- Socrates (469-399 SM) yang membahas masalah Public good (kebaikan bersama)
yakni struktur ideal serta tentang keadilan.
- Plato (429-347 SM) tentang siapa yang memerintah , kedudukan individu.
- Aristoteles (384 - 322 SM) tentang asal dan tujuan terbentuknya negara.

Perkembangan sebagai ILMU
Akhir Abad 19 mulai berkembang sebagai cabang lmus sosial
- memiliki : rangka, dasar, fokus, dan ruang lingkup
- mengembangkan hukum-hukum ilmiah obyektif, sistematis, dan empiris.
-> Muncul pendekatan-pendekatan yg Berkembang

David E Apter
Menyatakan beberapa pendekatan yang berkembang:
1. Pendekatan Kelembagaan / institusional
2. Pendekatan tingkah laku (behaviouralism)
3. Pendekatan kemajemukan (pluralism)
4. Pendekatan stuktural
5. Pendekatan Developmentalis.

Fokus obyek kajian Ilmu Politik
-Roger F Soltau: Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga negara yang akan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, hubungan antar negara dengan warga negara dengan negara lain.
-Harold Laswll dan Abraham Kaplan: Ilmu Politik Mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.
-Joyce Mitchell : Ilmu Politik mempelajari pengambilan keputusan kolektif dan atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat.
-Hoggerwerf : Ilmu Politik menelaah tentang kebijakan pemerintah, proses terbentuknya maupun akibat-akibatnya.
-Harolod Laswell: Ilmu Politik mempelajari masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana

Bidang Kajian Ilmu Politik

A. Teori-teori Politik
Teori Politik berdasarkan moral dan menetukan norma-norma politik (mengandung nilai), terdiri dari :
1. Filsafat Politik: mencari kebenran berdasarkan rasio tentang apa, bagaimana sifat dan hekekat kehidupan manusia.
Contoh: etika politik, keadilan, dsb.
2. Teori Politik sistematis: bagaimana menerapkan norma-norma dalam kehidupan politik,
sehingga teori politik membahas fenomena dan fakta politik. (bisa tidak mengandung nilai = bebas nilai)

B. Lembaga-lembaga politik: konstitusi, pemerintah, perbandingan lembaga politik, dsb.

C. Partai Politik , golongan dan pendapat umum

D. Hubungan International : Politik International, orang, administrasi, dan hak international

Hubungan Ilmu Politik degan Ilmu Lainnya.
1. SOSIOLOGI
2. ILMU SEJARAH
3. Antropolgi Budaya
4. Filsafat
5. Psikologi Sosial
6. Ilmu Hukum
7. Ilmu Ekonomi
N. Satria Abdi, S.H., M.H.




References
- Amiroedin Syarif, Perundang-undangan: Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Rineka Cipta, Jkt.
- A. Hamid Attamimie, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, UIP, Jkt.
………., Teori Perundang-undangan Indonesia, UIP, Jkt.
- Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.co., Jkt.
………, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM Unisba, Bdg.
- Budiman, N.P. Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII Press, Yk
- Purnadi Purbacaraka, Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bdg.
- Purnadi Purbacaraka, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bdg.
- Rasyidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Citra Bakti, Bdg.
- Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yk.
- M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Alumni, Bdg.
- Soehino, Hukum Tata Negara: Teknik perundang-undangan, Liberty, Yk.
- Joko Prakoso, Proses pembuatan Perda, Ghalia Indonesia, Jkt.
- Irawan Soejito, Teknik Membuat Undang-undang, Bina Aksara, Jkt.
…………., Teknik Membuat Perda, Karya Darma, Jkt.
Dll…
UUD 1945 Sebelum Perubahan
UUD 1945 Sesudah Perubahan
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan


Bagian Pertama
     Landasan Teoritik


Dasar Hukum
- Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah NEGARA HUKUM”
- Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 “Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai kewenangan membentuk UNDANG-UNDANG”
- Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG”
- Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 “Presiden menetapkan PERATURAN PEMERINTAH untuk menjalankan UNDANG-UNDANG sebagaimana mestinya”
- Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 “Pemerintah daerah berhak menetapkan PERATURAN DAERAH dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”
- UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Negara Hukum (1)
     Sejarah


Plato, dalam karyanya yang berjudul Nomoi (the law), “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”, kelanjutan dari karyanya yang berjudul Politea (the republic) dan Politicos (stateman) 
Aristoteles, “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum”
          
            Hakikat (Essence)
            Hukum adalah “supreme”, maka dari itu:
Kewajiban bagi setiap orang, termasuk penyelenggara negara/ pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law).
Tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law) semuanya ada di bawah hukum (under the rule of law).
Tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power)


Negara Hukum (2)
     Pengertian


Wirjono Prodjodikoro, “suatu negara yang di dalam wilayahnya semua alat perlengkapan negara khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam setiap tindakannya terhadap warganegara dan dalam berhubungan tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan hukum, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku”.


Hartono Mardjono, “bilamana di negara tersebut seluruh warganegara maupun alat-alat perlengkapan dan aparat negaranya, tanpa kecuali dalam segala aktifitasnya tunduk kepada hukum”. (equity dan non-discrimination)


Tujuan Negara Hukum


S. Tasrif: 
1) Kepastian hukum (tertib/order);
2) Kegunaan (kemanfaatan/utility); dan 
3) Keadilan (justice).


Ahmad Dimyati: 
1) Pencapaian keadilan, 
2) Kepastian hukum, dan 
3) Kegunaan (kemanfaatan).


Kesimpulan:
Pencapaian Keadilan, sesuai dengan asas Ius quia iustum (hukum adalah keadilan, dan Quid ius sine justitia (apalah arti hukum tanpa keadilan).


Hukum adalah untuk mengatur hubungan, baik warga masyarakat maupun negara, The law is a tool to “social control” and “social engineering”.


Hukum dilaksanakan untuk mencapai kepastian.


Bentuk-bentuk Negara Hukum
    


 Unsur-unsur Negara Hukum


Rechtsstaat
1) Pengakuan dan perlindungan HAM,      
2) Pembatasan kekuasaan, 
3) Pemerintahan berdasarkan aturan hukum, dan 
4) Peradilan administrasi


The Rule of Law
1) Supremacy of  law
2) Equality before the law, dan 
3) Individual right.


Socialist Legality
1) Manifestation of Socialism
2) The law as a tool of Socialism, dan 
3) Pushed on Social right than individual right.


Nomokrasi Islam
1) Kekuasaan adalah amanah,          
2) HAM, 
3) Keadilan, 
4) Persamaan, 
5) Musyawarah,         
6) Perdamaian, 
7) Peradilan bebas, 
8) Kesejahteraan, dan 
9) Ketaatan


Negara Hukum Pancasila


     F.M. Hadjon:
Keserasian hubungan antara rakyat dan pemerintah berdasarkan asas kerukunan,
Hubungan fungsional yang proporsional antar kekuasaan negara,
Penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir,
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.


    M. Tahir Azhary:
Adanya hubungan erat antara agama dan negara,
Bertumpu pada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kebebasan beragama dalam artian positif,
Atheisme tidak dibenarkan dan Komunisme tidak diperkenankan,
Berdasarkan asas kekeluargaan dan kerukunan.


Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
     Sejarah Perkembangan


IPP (gezetzgebungswissenschaft), berkembang terutama di Eropa Kontinental (Jerman), tahun 1970-an.
Istilah2 yg digunakan: di Belanda, 
1) watgevingsweten-schap
2) wetgevingsleer
3) wetgevingskunde, di Inggris dikenal dgn istilah Science of Legislation.


Tokoh-tokoh: 
1) Peter Noll (gezetgebungslehre);
2) Jurgen Rodig; 
3) Burkhardt Krems (gezetzgebungswissenschaft); 
4) Merner Maihofer; 
5) S.O. van Poelje (wetgevingsleer, wetgevingskunde); 
6) W.G. van der Velden.


Defenisi IPP


    Burkhardt Krems, “Ilmu pengetahuan interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi”. Ilmu ini terdiri atas: Teori Perundang-undangan (gezetsgebungs-theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (gezetsgebungs-lehre)


IPP adalah ilmu pengetahuan interdisipliner mengenai pembentukan hukum (tertulis) oleh negara.
Teori Perundang-undangan, “kajian yang berorientasi pada penjelasan dan penjernihan pemahaman (pengertian, norma, pembentuk, fungsi, dsb) yang bersifat kognitif”


Ilmu Perundang-undangan, “kajian per-uu-an yang berorientasi pada perbuatan melaksanakan pembuatan per-uu-an yang bersifat normatif”


Ilmu Perundang-undangan, terbagi menjadi: 
1) Proses per-UU-an (gezetsgebungsverfahren); Metode per-UU-an (gezetsgebungsmethode); Teknik per-UU-an (gezetsgebungstechnic)






Norma Hukum


     Aristoteles, Manusia makhluk sosial (zoon politicon)
P.J. Bouman, “Manusia baru menjadi manusia setelah hidup dengan sesama”
Norma/kaidah; norma (Latin), kaidah (Arab).
Norma/kaidah, “ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dlm hubungan dengan sesama atau dengan lingkungannya”
Norma (kaidah) hukum, “suatu patokan yang didasarkan kpd ukuran nilai2 baik atau buruk yang berorientasi kepada asas keadilan, dan bersifat: 1) suruhan (impare/gebod), yg harus dilakukan orang; dan 2) larangan (prohibire/verbod), yg tidak boleh dilakukan; 3) kebolehan ( permitted/mogen), sesuatu yang tidak dilarang dan disuruh.


Fungsi, Tujuan, dan Tugas Norma Hukum
     Fungsi dan Tujuan
            Fungsi, melindungi kepentingan manusia atau kelompok manusia.
            Tujuan, tercapainya ketertiban dalam masyarakat
Tugas
            Mengusahakan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat dan kepastian hukum agar tercapainya tujuan hukum.


Bentuk-bentuk Norma Hukum (1)
     Umum dan Individual
            
Norma ini dilihat dari sasaran atau subjek yang dituju. Individu, beberapa orang, atau sekelompok orang yang tertentu.
Abstrak dan Konkrit
            
Abstrak atau konkritnya suatu norma ditentukan oleh bentuk perbuatan yang diatur, mujarad (tak berwujud) atau nyata. 
Einmahlig dan Dauerhaftig
           
 Norma hukum ini dapat dilihat dari masa berlakunya. Einmahlig (berlaku sekali selesai) dan Dauerhaftig (berlaku terus menerus)


Bentuk-bentuk Norma Hukum (2)
     Tunggal dan Berpasangan
            
Norma hukum ini dilihat dari sifatnya apakah berdiri sendiri (tunggal) atau diikuti oleh norma hukum lain (berpasangan).
Isi norma hukum tunggal adalah suruhan (das sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku. Norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma hukum, yaitu norma hukum primer dan sekunder. Norma hukum sekunder merupakan penanggulangan apabila norma primer tidak terlaksana.


Beschiking dan Regering
             
Perundang-undangan
     Pengertian


            S.J. Fockema Andreade, istilah per-UU-an (legislation, wetgeving, gezetsgebung) bermakna:
Dalam arti luas


            “Keseluruhan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang (Pusat dan/atau Daerah) yang mengikat dan berlaku secara umum dalam wilayah atau daerah suatu negara tertentu (UU dalam arti materiel)”.
Dalam arti sempit


            “Peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Parlemen (DPR) (UU dalam arti formiel)”.


Jenis Perundang-undangan


     Ditentukan oleh UUD 1945
Undang-undang (UU)
Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Daerah (Perda)
Terdapat dalam Praktek Kenegaraan


Ditingkat Pusat
Keputusan Presiden (Keppres) / (Perpres), Instruksi Presiden (Inpres), Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), Instruksi Menteri (Inmen), Per ka. LPND, dll.


Ditingkat Daerah          
Keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota)
Hirarkie Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Tap MPR No. III/MPR/2000
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang/Perpu
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden


Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti:
Peraturan Menteri
Instruksi Menteri
Dan lain-lainnya
Tap MPR No. III/MPR/2000
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang (UU)
Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Keputusan Presiden (Keppres)
Peraturan Daerah (Perda)
UU No. 10 Tahun 2004
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Daerah (Perda):
Peraturan Daerah Propinsi (Perda Prop)
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kab/Kota)
Peraturan Desa (Perdes)


UU adalah peraturan tertulis yang dibuat bersama oleh Pemerintah (Presiden) dan Legislatif (DPR)






PERATURAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
            “Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dalam hal ihwal kegentingan memaksa, berkekuatan sama dengan UU”.
            Perundang-undangan jenis ini dikenal juga dengan istilah peraturan darurat (noodverordening). Dan harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya.
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
            “Perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah, yang berisi aturan-aturan umum untuk melaksanakan UU atau Perpu”.
PERATURAN PRESIDEN (PERPRES)
            “Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden dan bersifat khusus untuk melaksanakan UUD 1945, UU, Perpu, dan/atau PP”
PERATURAN DAERAH (PERDA)
            “Peraturan yang dibuat oleh pemerintahan daerah (Kepala Daerah dan DPRD) untuk melaksanakan otonomi daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”


Asas-asas Perundang-undangan (1)
     Asas tingkatan hirarkie (lex superiori derogat lex inferiori), Suatu per-UU-an isinya tidak  boleh bertentangan dengan isi per-UU-an yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.
Asas tidak dapat diganggu gugat, suatu per-UU-an tidak dapat diuji oleh siapapun kecuali oleh pembentuknya sendiri (legislative review, executive review) atau badan yang diberi kewenangan untuk menguji (judicial review).
Asas khusus mengesampingkan yang umum (lex specialist derogat lex generalist)


Asas-asas Perundang-undangan (2)
     Asas tidak berlaku surut (non-retroactive), asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied). UU pada prinsipnya dibuat untuk keperluan masa depan. Apabila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan akibat tidak baik. Namun di dalam penggunaan UU ada pengecualian, yaitu dalam hal-hal yang bersifat khusus. (Lihat 


Pasal 1 ayat (2) KUHP).
Asas yang baru mengesampingkan yang lama (lex posteriori derogat lex priori)
Asas Keterbukaan (Hearing), sejak diumumkan RUU sampai adanya persetujuan bersama
Asas Pembentukan


Kejelasan tujuan
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Dapat dilaksanakan
Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Kejelasan rumusan, dan
Keterbukaan
Asas materi muatan
Pengayoman
Kemanusiaan
Kebangsaan
Kekeluargaan
Kenusantaraan
Keadilan
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Ketertiban dan kepastian hokum
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan


Berlakunya suatu asas adalah juga berlakunya suatu pengecualian. Tidak ada hukum yang berlaku mutlak, tetapi senantiasa ada pengecualian.
Geen recht zonder uitzondering
Syarat-syarat Undang-undang
Sebagai hasil filsafat
Hasil kesenian
Hasil ilmu pengetahuan
Bernilai ekonomis
Sebagai “Social control” dan “Social engineering


Landasan Pembentukan Per-UU-an


Landasan Filosofis (filosofische grondslag)
Rumusan atau norma-normanya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) jika dikaji secara filosofis; dan
Sesuai dengan cita kebenaran (idee der waar-heid), cita keadilan (idee der gerechtigheid), dan cita kesusilaan (idee der zedelijkheid)


Landasan Sosiologis (Sociologische grondslag)
Dikatakan mempunyai landasan sosiologis bila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar UU efektif berlaku dimasyarakat.


Landasan Yuridis (Rechtsgrond )
mempunyai landasan hukum atau dasar hukum (legalitas) bila terdapat dasar hukum yang lebih tinggi derajatnya.
Konsideran menimbang (grondslag) dikenal juga dengan istilah konsiderans factual, yang berisikan pertimbangan-pertimbangan  dan filosofis dan sosiologis


Konsideran mengingat (rechtgrond) dikenal juga dengan istilah konsiderans yuridis, berisikan dasar-dasar hukum tertinggi dan sederajat yang dipergunakan untuk pijakan legalitas.


Materi Per-UU-an (1)
Undang-undang (UU)
            Peraturan lebih lanjut yang terdapat dalam UUD baik yang ditentukan langsung atau yang tidak ditentukan oleh UUD
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
            Prinsipnya materi Perpu adalah sama dengan materi yang terdapat dalam UU. Bedanya adalah pada institusi pembentuk, tata cara pembentukan, waktu penetapan dan masa berlakunya.
Peraturan Pemerintah (PP)
            Materinya adalah pengaturan lebih lanjut dari materi yang terdapat dalam UU.
Materi Per-UU-an (2)
Peraturan Presiden (Perpres)
            Materi Perpres adalah materi yang oleh perundang-undangan  ditetapkan melalui Perpres, yaitu ketentuan untuk menetapkan, mengatur, dan/atau menentukan sesuatu.
Peraturan Daerah (Perda)
            Materi Perda adalah keseluruhan kewenangan yang telah ditentukan oleh UU Tentang Pemerintahan Daerah untuk diatur oleh Pemerintah Daerah.
Kekuatan Perundang-undangan
Kekuatan Hukum
            Suatu per-uu-an mempunyai kekuatan hukum adalah pada saat Rancangan per-uu-an tersebut disahkan menjadi per-uu-an oleh Presiden
Kekuatan Mengikat
            Per-uu-an mempunyai kekuatan mengikat adalah pada saat ditempatkan dalam LN atau LD (diundangkan) oleh Sekretaris Negara atau Sekretaris Daerah.
Kekuatan Berlaku
            Per-uu-an mempunyai kekuatan berlaku adalah setelah ditempatkan dalam LN atau LD, kecuali ditentukan lain oleh per-uu-an itu sendiri.
Sifat Mengikat Pasal dan Penjelasan
Sifat Mengikat Pasal
            Sifat mengikat pasal / batang tubuh adalah karena sifat normatifnya.
Sifat Mengikat Penjelasan
            Sifat mengikat penjelasan (memorie vantoelichting) adalah karena sifat interpretative autentic.          
Naskah Akademik (1)
            Kajian mendasar secara ilmiah mengenai per-UU-an yang akan dibentuk. Indikator pembuatan:
Seidman: 


ROCCIPI (1)
Rule, suatu per-UU-an yg akan dibentuk harus memper-hatikan per-UU-an lain baik vertikal maupun horizontal. Konsisten; sinkron dan harmonis.
Opportunity, faktor lingkungan (eksternal) dari pihak2 yang akan dituju agar per-UU-an yang dibuat efektif pelaksanaannya, diterima dan tidak resistensi.
Capacity, faktor yg terkait dgn ciri-ciri pelaku (internal) yang mungkin menyebabkan mereka tidak mentaati aturan/per-UU-an yang dibuat.
Competency, faktor peran yg berwenang untuk mengko-munikasikan per-UU-an kpd pihak yg dituju/sasaran.
Naskah Akademik


ROCCIPI (2)
Interest, faktor yg berkaitan dgn pandangan ttg manfaat bagi pelaku, baik pembuat maupun sasaran per-UU-an
Process, Prosedur bagi pelaku peran untuk memutuskan apakah menyetujui berlakunya sebuah peraturan atau tidak.
Ideology, faktor yang terkait dengan nilai2, sikap, selera bahkan mitos2 dan asumsi2 tentang dunia, agama, kepercayaan, politik, sosial, dan ekonomi.
           
How about Indonesian, there are have been doing to make regulation/act, attend to ROCCIPI (Seidman) theories?
Bagian Kedua
Teknik Pembentukan


SISTEMATIKA
     Penamaan (penjudulan)
            “Kesingkatan atau gambaran dari keseluruhan isi per-uu-an”. Ditulis singkat, diberi nomor, dan tahun pembuatan.
Pembukaan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota
Konsiderans: Menimbang (grondslag) dan  mengingat (rechtgrond)
Diktum (Menetapkan), klausula yang menimbulkan akibat hukum       
Batang Tubuh:
Ketentuan Umum:
Pengertian-pengertian atau defenisi-defenisi
Istilah-istilah
Singkatan-singkatan


Pengaturan Materi yang bersangkutan; diletakkan setelah KU, dikelompokkan ke dalam bab berdasarkan pokok persoalan, agar terdapat keteraturan antar pasal, dimulai dari pokok, cabang, dan ranting persoalan
Ketentuan Pidana; diletakkan setelah materi pokok per-uu-an, berisi ancaman hukuman t’hdp perbuatan yg melanggar ketentuan yang dirumuskan. Ket. Pidana hny dapat diatur di dlm UU dan Perda (Psl 14 UUPPP)
Ketentuan Peralihan, “ketentuan untuk menyesuaikan penerapan per-uu-an terhadap keadaan yang ada pada waktu pe-uu-an berlaku”, terdiri atas:
Tentang bagaimana peralihan keadaan yang ada atau sedang berlangsung ke dalam kekuasaan per-uu-an yang baru;
Penentuan masa peralihan atau waktu peralihan; dan
Tentang bagaimana ketentuan per-uu-an lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diatur dalam per-uu-an yang baru.


Ketentuan Penutup:
Penegasan terhadap tidak berlakunya UU yang lama  ketika berlakunya UU yang baru;
Ketentuan tentang produk per-uu-an untuk pelaksanaan lebih lanjut UU yang bersangkutan;
Ketentuan mengenai penyingkatan nama dari per-uu-an;
Ketentuan mengenai saat berlakunya per-uu-an; dan     
Ketentuan mengenai perintah pengundangan
Pengundangan
            Pengundangan bertujuan untuk menyebarluaskan per-uu-an agar diketahui masyarakat umum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi “setiap orang dianggap mengetahui hukum”. Pengundangan dilakukan oleh Sekneg atau Sekda.
Penjelasan
            Setiap per-uu-an umumnya disertai penjelasan (memorie van toelichting). Tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan maksud pembentuk dan berfungsi membantu pemakai agar mudah memahami latar belakang, isi, atau maksud dan tujuan dibentuknya per-uu-an tersebut.


Catatan :
Penjelasan tidak boleh bertentangan dengan isi per-uu-an
Materi penjelasan tidak  boleh hanya berisikan pengulangan dari isi atau materi per-uu-an yang bersangkutan


Redaksional
     Penulisan judul perundang-undangan ditulis dengan huruf kapital (besar), Ex: UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Penulisan “Menimbang”, “Mengingat” dan “Menetapkan” ditulis sejajar dan diawali dengan huruf  “M” besar
Apabila sandaran (grondslag) pada konsideran “Menimbang” lebih dari satu pokok pikiran, maka butir-butirnya ditulis dengan perincian huruf kecil (a,b,c,… dst)
Kata-kata “bahwa” disetiap awal kalimat pada konsiderans “Menimbang” ditulis dengan huruf  “b” kecil
Apabila dasar hukum (rechtsgrond) pada konsideran “Mengingat” lebih dari satu dasar hukum, ditulis dengan perincian angka Arab (1, 2, 3, ….dst)
Kalimat yang menyatakan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat” atau dengan persetujuan bersama “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” sebelum diktum “MEMUTUSKAN” ditulis ditengah dan sejajar.
Penulisan  kata “MEMUTUSKAN” ditulis dengan huruf kapital
Penulisan “BAB” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Romawi serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Penulisan kata “Pasal”, huruf “P” diawal kata “Pasal” ditulis dengan huruf kapital dan diberi penomoran dengan angka Arab serta tidak diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan materi pasal yang tidak mempunyai ayat, penulisan meteri pasal tersebut ditulis menjorok dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap penulisan angka yang menyatakan ayat dari suatu pasal ditulis dengan memakai tanda kurung ( ) dan diakhiri dengan tanda baca titik (.)
Setiap yang menyatakan ayat dari suatu pasal harus memakai “angka” bukan “huruf”
Setiap ayat yang memerlukan perincian lebih lanjut diakhiri dengan tanda baca titik dua (:)
Perincian dari suatu ayat harus ditutup dengan tanda baca titik koma (;) kecuali perincian yang terakhir, ditutup dengan tanda baca titik (.)


Tahapan
     Naskah Akademik


Pengajuan Rancangan
Inisiatif DPR (legislator utama/pokok):
Diajukan oleh minimal 10 (sepuluh) anggota kepada Komisi, Gabungan Komisi, atau Baleg secara tertulis.
Usulan RUU beserta keterangan pengusul disampaikan kepada pimpinan DPR disertai nama dan tandatangan pengusul serta nama fraksi juga secara tertulis
Pemerintah/Presiden (legislator-serta/medewetgever)
Pembahasan
Pembicaraan Tk. I
Pemandangan umum fraksi thd RUU yang berasal dari Pemerintah atau tanggapan Pemerintah terhadap RUU yang berasal dari DPR
Jawaban Pemerintah atas pandangan fraksi, atau jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Baleg, pimpinan Panggar, atau pimpinan Pansus atas tanggapan pemerintah
Pembahasan RUU oleh DPR dan Pemerintah dalam rapat kerja berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)
Pembicaraan Tk. II
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang didahului oleh:
Laporan hasil pembicaraan tingkat I;
Pendapat akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya,dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksi.
Penyampaian sambutan Pemerintah
Persetujuan
Pengesahan
Pengundangan
“Diatur dalam undang-undang” # “diatur dengan undang-undang.
“Diatur dalam” bermakna dapat diatur dalam UU yang berkaitan dengan hal yang diatur.
“Diatur dengan” bermakna pengaturan harus dibuat dalam UU yang khusus mengatur hal tertentu.