Koori Nagawa Network. Powered by Blogger.

Partai Politik Indonesia

By |
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensialdengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun ± 90% penduduknya beragama islam, Indonesia bukanlah sebuah negara islam.

Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden diatas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Republik Indonesia.

Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khususyaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibukota yaitu Jakarta. Setiap propinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagarihingga terakhir adalah rukun tetangga.

Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya didunia.

Diantaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas dimana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.

Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.

Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :

Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.

R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.

Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

Pemilu 2009
Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:
Partai politik nasional

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
Partai Barisan Nasional (Barnas)
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)*
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)*
Partai Amanat Nasional (PAN)*
Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
Partai Kedaulatan
Partai Persatuan Daerah (PPD)
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)*
Partai Pemuda Indonesia (PPI)
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)*
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
Partai Karya Perjuangan (PKP)
Partai Matahari Bangsa (PMB)
Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)*
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)*
Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
Partai Pelopor*
Partai Golongan Karya (Golkar)*
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)*
Partai Damai Sejahtera (PDS)*
Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia)
Partai Bulan Bintang (PBB)*
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)*
Partai Bintang Reformasi (PBR)*
Partai Patriot
Partai Demokrat*
Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
Partai Merdeka
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
Partai Sarikat Indonesia (PSI)
Partai Buruh

Catatan: Tanda * menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004.

Partai politik lokal Aceh
Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)[2]
Partai Daulat Aceh (PDA)
Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
Partai Rakyat Aceh (PRA)[3]
Partai Aceh (PA)
Partai Bersatu Aceh (PBA)

Hasil Pemilu Legislatif 2009
9 Partai Politik yang Berhasil Lolos dari Parliamentary Threshold dan Perolehan Kursi dalam DPR Pemilu Legislatif 2009


Partai Politik
Perolehan Suara
Kursi Parlemen
Perhitungan I
Revisi
Demokrat
20,85%
148
150
Golkar
14,45%
108
107
PDIP
14,03%
93
95
PKS
7,88%
59
57
PAN
6,01%
42
43
PPP
5,32%
39
37
PKB
4,94%
26
27
Gerindra
4,46%
30
26
Hanura
3,77%
15
18

Jumlah
100%
560
560
 Sumber : KPU tgl 9 Mei 2009


Keterangan: Perhitungan perolehan kursi Parlemen / DPR bagi 9 Parpol yang lolos dari Parliamentary Threshold tsb di atas dilaksanakan berdasarkan ketetapan dalam Bab XIII Pasal 204 -212, UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Hasil Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Nasional
Pemilu Legislatif 2009



Partai Politik (No Pemilu)
Jumlah Suara
Persentase
Demokrat (31)
21.703.137
20,85%
Golkar (23)
15.037.757
14,45%
PDIP (28)
14.600.091
14,03%
PKS (8)
8.206.955
7,88%
PAN (9)
6.254.580
6,01%
PPP (24)
5.533.214
5,32%
PKB (13)
5.146.122
4,94%
Gerindra (5)
4.646.406
4,46%
Hanura (1)
3.922.870
3,77%
PBB (27)
1.864.752
1,79%
PDS (25)
1.541.592
1,48%
PKNU (34)
1.527.593
1,47%
PKPB (2)
1.461.182
1,40%
PBR (29)
1.264.333
1,21%
PPRN (4)
1.260.794
1,21%
PKPI (7)
934.892
0,90%
PDP (16)
896.660
0,86%
Barnas (6)
761.086
0,73%
PPPI (3)
745.625
0,72%
PDK (20)
671.244
0,64%
RepublikaNusantara (21)
630.780
0,61%
PPD (12)
550.581
0,53%
Patriot (30)
547.351
0,53%
PNBK (26)
468.696
0,45%
Kedaulatan (11)
437.121
0,42%
PMB (18)
414.750
0,40%
PPI (14)
414.043
0,40%
Pakar Pangan (17)
351.440
0,34%
Pelopor (22)
342.914
0,33%
PKDI (32)
324.553
0,31%
PIS (33)
320.665
0,31%
PNI Marhaenisme (15)
316.752
0,30%
Partai Buruh (44)
265.203
0,25%
PPIB (10)
197.371
0,19%
PPNUI (42)
146.779
0,14%
PSI (43)
140.551
0,14%
PPDI (19)
137.727
0,13%
Merdeka (41)
111.623
0,11%

Jumlah
104.099.785
100%
 Sumber : KPU tgl 9 Mei 2009

Salah satu prasyarat suksesnya Pemilu adalah tingginya angka partisipasi pemilih. Namun pada Pemilu 2004 dan 2009, Golput tampil menjadi “pemenang”. Dengan persentase 23,34% dari total pemilih terdaftar. Angka ini lebih besar dari angka parpol pemenang pemilu. seperti Golkar (16,54%), PDIP (14,21%), dan PKB (8,10%). Pada Pemilu 2009, Golput kembali menjadi pemenang (39,1%) dengan menyingkirkan partai pemenang Pemilu seperti Demokrat (20,85%), Golkar (14,45%), PDIP (14,03%) (Sumber:KPU).
Golput memberi sinyal bahaya terhadap kelangsungan demokrasi. Golput memberi fakta tentang rendahnya apresiasi rakyat terhadap Pemilu, secara khusus terhadap Parpol sebagai penyokong.

Pertambahan jumlah parpol tidak berkorelasi positif dengn apresiasi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Parpol. Sehingga kemudian muncul pertanyaan, mengapa Golput begitu tinggi dalam sistem multipartai? Bukankah multipartai adalah solusi dari kekakuan sistem Pemilu selama ini sehingga seharusnya rakyat mengapresiasi Pemilu dalam sistem multipartai? Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting untuk dijawab oleh semua pelaku/aktor.

Hal ini mengindikasikan bahwa, euforia demokrasi pada Pemilu 1999-2009 yang mengulang “sukses” Pemilu 1955 dalam melahirkan multipartai, berubah menjadi disforia. Ketika Parpol sebagai penyokong demokrasi telah mengalami krisis legitimasi dari rakyat sebagai konstituennya (pemegang hak suara) dengan masih tingginya angka Golput.
Newer Post Older Post Home